Thailand batalkan ekspor beras 300.000 ton



JAKARTA. Kabar mengejutkan datang dari Thailand. Thailand akan membatalkan ekspor beras sebanyak 300.000 ton ke Indonesia. Padahal ekspoor tersebut sudah disepakati dua belah pihak dan akan masuk bulan ini.

Menteri Perdagangan Thailand Kittiratt Na-Ranong, seperti dikutip dari Bloomberg mengatakan, Thailand membatalkan ekspor tersebut karena harga penawaran dari Indonesia kelewat rendah. Ini terkait dengan kebijakan baru pemerintah Thailand yang menaikkan harga pembelian gabah dari petani.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, belum mendapat kabar resmi dari Pemerintah Thailand. Namun, kata dia, duta besar Indonesia untuk Thailand akan datang dan bertemu dengannya, hari ini (27/9).


“Mungkin salah satunya membicarakan hal ini karena dia yang berbicara langsung dengan menteri perdagangan Thailand,” kata Sutarto saat ditemui KONTAN di kantornya, Senin(26/9).

Seharusnya, beras negeri gajah putih ini mulai masuk ke Indonesia pada September atau Oktober 2011. Sebab, Thailand sudah menyepakati kontrak beras dengan kualitas patahan 15%, termasuk soal harga. "Ini sudah G to G, sudah tawar-menawar. Seharusnya tak ada cerita membatalkan pengiriman," tandasnya.

Masalahnya, kontrak itu diteken Pemerintah Thailand yang sudah lengser. Sedangkan kini pemerintahan baru di bawah Yingluck Shinawatra punya kebijakan khusus soal beras.

Sekretaris Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang(PIBC) Nellys Soekidi mengatakan, para pedagang tak perlu khawatir jika impor beras Thailand batal. Soalnya, beras Thailand tergolong beras komersial yang tak digunakan Bulog untuk menstabilkan harga. ”Baru berpengaruh kalau yang batal itu impor dari Vietnam," ujarnya.

Yang kudu dicermati adalah ketersediaan pasokan beras dalam negeri. Menurutnya, jika buffer stock cukup, meski tak ada impor beras harga bisa stabil.

Apalagi, kata Sutarto, impor 300.000 ton beras Thailand setara dengan penyaluran beras Bulog dalam sebulan. Ia mengklaim, stok beras di gudang Bulog cukup untuk kebutuhan 4 bulan- 5 bulan ke depan. ”Itu belum termasuk beras impor yang masih dalam perjalanan,” kata Sutarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini