Thailand optimistis bisa tahan dampak perang dagang



KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Menteri Perindustrian Thailand Uttama Savayana optimistis negaranya bisa menahan dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China, seperti menghadapi risiko volatilitas atau fluktuasi yang melanda pasar Thailand, yang masuk kategori sebagai negara berkembang.

“Ekonomi kami cukup kuat,” kata Uttama ketika diwawancarai Bloomberg TV di Bangkok, Thailand, Kamis (12/7).

Menurutnya, Thailand mempunyai kekuatan untuk menghadang dampak global yang terjadi saat ini. Salah satunya, kondisi keuangan di Bank Thailand masih baik, karena Kementerian Keuangan selalu mengikuti target yang sudah ditentukan, baik dari target keuangan, rasio antara dana perdagangan dan pinjaman (leverage) dan lainnya.


Uttama menilai Thailand sukses menghadapi tekanan harga minyak dan pasar global yang dipicu oleh kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Hal ini terlihat, bagaimana selama kuartal pertama 2018, perekonomian Thailand meningkat menjadi 4,8%. Laju kenaikan ini adalah yang tercepat selama lima tahun terakhir, dan menandakan negara ini mampu meredam inflasi. Apalagi, Bank sentral sempat menahan suku bunga hingga mendekati rekor terendah sejak 2015.

Saat ini pemerintah fokus pada roadmap yang disebut Thailand 4.0, yaitu rencana yang secara masif untuk memperbarui infrastruktur bandara, pelabuhan laut dan kereta api. Selain itu juga memprioritaskan industri seperti otomotif, elektronik, pertanian, serta mengembangkan sistem robotik, penerbangan dan kesehatan.

Secara umum, pengembangan industri yang disebut sebagai jalan ekonomi timur ini diharapkan bisa menghimpun dana investasi sebesar 1,7 triliun baht atau US$ 51 miliar. Dana tersebut dihimpun dari tahun 2017-2021, yang tujuannya untuk memajukan industri dan menambah infrastruktur di negara ini.

Thailand telah bekerja keras untuk menarik minat investor dari negara China maupun Jepang, namun beberapa analis meragukan keberhasilan kebijakan tersebut.

Sejumlah analis menyebutkan, ada tanda-tanda bahwa Thailand tidak bisa menghindari aksi jual saham yang muncul di tahun ini. Awal tahun ini, kurs mata uang Baht yang melemah lebih 2% dan perdagangan di sembilan bulan terakhir berada pada level terendah.

Meski demikian, Uttama menilai fluktuasi saham akan selalu terjadi, tetapi yang menjadi prioritas adalah bagaimana pemerintah mengelola naik turunnya saham tersebut dengan tepat.

“Volatilitas pasar adalah sesuatu yang harus kita jalani hari ini. Tetapi ada kekuatan negara yang akan menentukan, bagaimana kami mengelola volatilitas di eksternal dan saya pikir kami melakukan hal itu dengan baik,” pungkasnya.

Editor: Herlina Kartika Dewi