KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada Jumat (10/9) Insikt Group mengabarkan peretasan di 10 kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia. Serangan dilakukan oleh Mustang Panda Group, peretas asal China menggunakan private
ransomware bernama Thanos. Peretasan ini langsung dikaitkan dengan upaya spionase Tingkok dalam upaya menghadapi situasi yang menghangat di Laut China Selatan. Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, kebenaran informasi tersebut belum dikonfirmasi, Bisa saja klaim sepihak.
“Kalau mereka sudah share bukti peretasannya seperti data dan biasanya upaya deface, baru kita bisa simpulkan memang benar terjadi peretasan. Sepuluh kementeriannya yang mana juga masih belum jelas. Namun bila ini spionase antar negara, memang bukti akan lebih sulit untuk didapatkan, karena motifnya bukan ekonomi maupun popularitas,” jelas
Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini, dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Minggu (12/9) Namun kabar tersebut bisa menjadi pemicu semua Kementerian dan Lembaga pemerintah di Indonesia untuk mulai mengecek sistem informasi dan jaringan. “Pada pertengahan 2020 juga terjadi isu serupa di lingkungan Kemenlu dan beberapa BUMN. Saat itu ada warning dari Australia bahwa email salah satu diplomat kita mengirimkan
malware ke email salah satu pejabat di Australia Barat,” terangnya.
Menurutnya email dari diplomat kita sudah berhasil diambil alih oleh peretas, yang diperkirakan kelompok Naikon asal Tiongkok. Namun juga belum diketahui persis hanya email saja atau sampai perangkat yang diretas,. Banyak malware yang dibuat dengan tujuan menyamai kemampuan malware pegasus yang bisa melakukan
take over smartphone. “Kami telah mencoba melakukan profiling threat actor. Mustang Panda adalah hacker group yang sebagian besar anggota dari Tiongkok. Grup ini membuat private ransomware yang dinamakan Thanos,” ujar Pratama. Segala langkah yang diperlukan harus segera dilakukan pemerintah. Untuk mengetahui apakah tindak spionase ini terkait dengan konflik Laut China Selatan atau tidak. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ahmad Febrian