JAKARTA. Pemerintah lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah menyambut baik penurunan suku bunga The Fed hingga 0,25%. Alasannya, hal ini dapat melonggarkan likuiditas global. Dengan demikian, imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) bakal jadi lebih membaik. “Kita berharap pasti positif ya, kalau Fed turun berarti ada sense terjadi, yakni suatu perileksan likuiditas global,” kata Sri Mulyani di gedung DPR, Rabu malam (17/12). Meski demikian, lanjut Sri Mulyani, terjadinya pelonggaran likuiditas global terjadi tidak hanya dari sisi penurunan The Fed. Melainkan juga karena adanya dukungan bilateral swap dari Singapura dan Australia kemudian juga dari Meksiko. “Sehingga ada uang-uang dolar yang sudah diletakkan secara langsung, itu akan mengurangi tensi secara persepsi adanya likuiditas yang mengetat,”sambung dia. Menurut dia, yield obligasi negara sekarang ini sudah mulai rasional. Hal itu bisa dilihat dari yield SUN yang sudah mulai turun lagi. Bahkan beberapa kali imbal hasil SUN ada di bawah 13% dan sudah tidak menembus angka 15%. Ia menjelaskan, pada waktu terjadi kasus Indover, yield SUN sempat di atas 15%. Saat ini bahkan sudah menginjak di besaran 13% dan seterusnya bergerak lebih rendah lagi. “Kalau data inflasi kita keluar bulan Desember ini membaik, di mana inflasi kita bisa di bawah 11%, maka itu akan menimbulkan persepsi bahwa spread ini harus atau bisa di rasionalisasi,” sambungnya. Menurut dia, pemerintah berharap kalau pada awal tahun ini, posisi SUN Indonesia sudah dalam posisi yang lebih baik dibanding dengan posisi kuartal terakhir. Dia menilai, penurunan suku bunga The Fed sendiri merupakan reaksi dari begitu signifikannya pengaruh pelemahan ekonomi yang terjadi di seluruh dunia. “Sekarang statistik yang keluar itu agak-agak mencekam. Seperti China penurunannya luar biasa sekali dari produksi manufaktur, sampai ekspornya. Jepang yang tadinya dianggap masih slightly zero sekarang negatif untuk akhir 2008,” paparnya. Karenanya, pemerintah memandang bahwa percepatan resesi ekonomi sedemikian cepatnya dan meluas karena seluruh dunia awalnya menganggap Asia –khususnya raksasa perekonomian China-- masih bisa bertahan. Tapi kenyataannya negeri tirai bambu itu ternyata tertular juga. Pemerintah memandang persoalan perekonomian 2009 bakal semakin rumit karena ruangan untuk melakukan counter cyclical melalui kebijakan moneter terbatas. Tahu sendiri, suku bunga saat ini sudah rendah di seluruh negara. “Bank sentral itu paling mungkin cuma turunin suku bunga, itu cara dia melakukan counter cyclical. Sehingga sekarang yang harus take lead dari fiskalnya. Kalau negara-negara yang APBN-nya sehat, exposure utangnya rendah, kita 30% termasuk rendah, itu diminta untuk ekspansi,” jelasnya. Sayangnya, sambung dia, persoalan yang terjadi bukan semata-mata karena persoalan uang. Tapi, kemampuan menyerap belanja atau tidak. “Belanjanya untuk apa. Seperti China yang membuat strategi bagaimana membelanjakan supaya permintaan dalam negerinya naik. Posisi kita, Menteri Keuangan akan melihat secara hati-hati, kalau ada kesempatan akan kita ambil. Jadi tidak terlalu agresif,” tegasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
The Fed Babat Bunga, Menkeu Tanggapi Adem
JAKARTA. Pemerintah lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah menyambut baik penurunan suku bunga The Fed hingga 0,25%. Alasannya, hal ini dapat melonggarkan likuiditas global. Dengan demikian, imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) bakal jadi lebih membaik. “Kita berharap pasti positif ya, kalau Fed turun berarti ada sense terjadi, yakni suatu perileksan likuiditas global,” kata Sri Mulyani di gedung DPR, Rabu malam (17/12). Meski demikian, lanjut Sri Mulyani, terjadinya pelonggaran likuiditas global terjadi tidak hanya dari sisi penurunan The Fed. Melainkan juga karena adanya dukungan bilateral swap dari Singapura dan Australia kemudian juga dari Meksiko. “Sehingga ada uang-uang dolar yang sudah diletakkan secara langsung, itu akan mengurangi tensi secara persepsi adanya likuiditas yang mengetat,”sambung dia. Menurut dia, yield obligasi negara sekarang ini sudah mulai rasional. Hal itu bisa dilihat dari yield SUN yang sudah mulai turun lagi. Bahkan beberapa kali imbal hasil SUN ada di bawah 13% dan sudah tidak menembus angka 15%. Ia menjelaskan, pada waktu terjadi kasus Indover, yield SUN sempat di atas 15%. Saat ini bahkan sudah menginjak di besaran 13% dan seterusnya bergerak lebih rendah lagi. “Kalau data inflasi kita keluar bulan Desember ini membaik, di mana inflasi kita bisa di bawah 11%, maka itu akan menimbulkan persepsi bahwa spread ini harus atau bisa di rasionalisasi,” sambungnya. Menurut dia, pemerintah berharap kalau pada awal tahun ini, posisi SUN Indonesia sudah dalam posisi yang lebih baik dibanding dengan posisi kuartal terakhir. Dia menilai, penurunan suku bunga The Fed sendiri merupakan reaksi dari begitu signifikannya pengaruh pelemahan ekonomi yang terjadi di seluruh dunia. “Sekarang statistik yang keluar itu agak-agak mencekam. Seperti China penurunannya luar biasa sekali dari produksi manufaktur, sampai ekspornya. Jepang yang tadinya dianggap masih slightly zero sekarang negatif untuk akhir 2008,” paparnya. Karenanya, pemerintah memandang bahwa percepatan resesi ekonomi sedemikian cepatnya dan meluas karena seluruh dunia awalnya menganggap Asia –khususnya raksasa perekonomian China-- masih bisa bertahan. Tapi kenyataannya negeri tirai bambu itu ternyata tertular juga. Pemerintah memandang persoalan perekonomian 2009 bakal semakin rumit karena ruangan untuk melakukan counter cyclical melalui kebijakan moneter terbatas. Tahu sendiri, suku bunga saat ini sudah rendah di seluruh negara. “Bank sentral itu paling mungkin cuma turunin suku bunga, itu cara dia melakukan counter cyclical. Sehingga sekarang yang harus take lead dari fiskalnya. Kalau negara-negara yang APBN-nya sehat, exposure utangnya rendah, kita 30% termasuk rendah, itu diminta untuk ekspansi,” jelasnya. Sayangnya, sambung dia, persoalan yang terjadi bukan semata-mata karena persoalan uang. Tapi, kemampuan menyerap belanja atau tidak. “Belanjanya untuk apa. Seperti China yang membuat strategi bagaimana membelanjakan supaya permintaan dalam negerinya naik. Posisi kita, Menteri Keuangan akan melihat secara hati-hati, kalau ada kesempatan akan kita ambil. Jadi tidak terlalu agresif,” tegasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News