KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserver (The Fed) bakal mulai memangkas suku bunga acuan pada bulan Juni 2024. Rencana ini dinilai berpengaruh terhadap obligasi di Indonesia. Imbal hasil obligasi dalam tren positif. Berdasarkan data PHEI,
return obligasi negara dan obligasi korporasi dalam tren naik sejak awal tahun. Pada Januari 2024,
return obligasi pemerintah naik 0,52% secara bulanan atawa
month on month (MoM) dan berlanjut di Februari sebesar 0,44%. Sementara sejak awal tahun atau
year to date (YtD) hingga Jumat (8/3) telah naik 0,94%.
Tak hanya itu, obligasi korporasi turut naik 0,7% secara bulanan di Januari dan berlanjut pada Februari sebesar 0,55%. Secara YtD,
return obligasi korporasi juga naik 1,33%.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Campuran Tumbuh Signifikan di Februari 2024, Ini Penyebabnya Development Division HPAM Reza Fahmi mengatakan, pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell terkait penurunan suku bunga memang dapat memengaruhi
return obligasi di Indonesia. Reza menilai, ketika suku bunga acuan turun maka harga obligasi naik, hal ini lantaran
yield atau imbal hasil obligasi berbanding terbalik dengan harga. "Penurunan suku bunga akan membuat harga obligasi naik. Untuk itu, investor dapat mempertimbangkan obligasi dengan tenor yang sesuai dengan tujuan investasi," ujar Reza kepada Kontan.co.id, Rabu, (27/3). Selain itu, dia menegaskan, investor juga perlu memperhatikan faktor lain seperti inflasi, risiko kredit, dan sentimen pasar. Pasalnya, hal tersebut dapat mempengaruhi
return obligasi. Kemudian, Reza bilang, ketidakseimbangan pasokan dan permintaan obligasi seperti defisit fiskal di Amerika Serikat (AS) dan penerbitan surat utang yang tinggi dapat mempengaruhi harga obligasi. "Investor juga perlu memperhatikan
quantitative tightening (QT) oleh Federal Reserve. Namun obligasi tetap menarik dengan penurunan suku bunga dan strategi yang tepat," kata dia.
Baca Juga: Jelang Akhir Kuartal I, Kurs Rupiah Jisdor di Posisi Paling Lemah Sejak November 2023 Selaras dengan hal ini, Direktur Panin Asset Management (AM), Rudiyanto juga mengatakan bahwa pihaknya masih memanfaatkan momentum penurunan suku bunga acuan yang diprediksi akan terjadi tahun ini, sehingga Panin AM masih berinvestasi pada obligasi dengan jatuh tempo menengah panjang. Adapun untuk
yield wajar obligasi negara acuan tenor 10 tahun, menurut Panin AM yaitu di rentang 5,5%-6%. Menurut dia, semua obligasi pada dasarnya akan mengalami kenaikan ketika terjadi penurunan suku bunga acuan, terutama Obligasi Pemerintah. Namun pihaknya sudah memilih dan meraciknya dalam bentuk reksadana pendapatan tetap.
Rudiyanto menyebutkan, Panin AM memiliki empat reksadana pendapatan tetap dengan karakteristik yang berbeda-beda. Panin Dana Pendapatan Utama dengan porsi obligasi pemerintah sekitar 10%-30% dalam portofolio. Kemudian, Panin Dana Pendapatan Berkala dengan porsi obligasi pemerintah di kisaran 30%-50% dalam portofolio. Lalu, Panin Dana Utama Plus 2 dengan porsi obligasi pemerintah sebesar 40%-70% dalam portofolio. "Terakhir yaitu, Panin Gebyar Indonesia II dengan porsi obligasi pemerintah 100% dalam portofolio," kata Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Rabu (27/3). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati