KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemangku kebijakan Federal Reserve (The Fed) bulan lalu bergulat dengan ketidakpastian yang signifikan serta inflasi yang terus berada di level rendah pasca perubahan perkiraan kenaikan suku bunga pada 2019. Dalam rilis resmi yang dikeluarkan Rabu (10/4) The Fed mengatakan bahwa beberapa peserta rapat kebijakan (konsensus) mengatakan, pandangan mereka tentang kisaran target yang tepat untuk tingkat suku bunga acuan
fed fund rate (FFR) dapat bergeser seiring dengan perkembangan ekonomi. Melansir
Reuters, Kamis (11/4) reaksi bank sentral Amerika Serikat (AS) ini muncul setelah adanya perlambatan pada kuartal IV yang diperkirakan meluas hingga ke tiga bulan pertama tahun ini.
The Fed juga menyinggung beberapa faktor ketidakpastian ekonomi, mulai dari pertimbangan Brexit, hingga meningkatnya pengeluaran domestik yang dibarengi dengan perlambatan yang lebih dalam dari yang diperkirakan oleh negara-negara di Eropa dan China. Perkiraan median Fed bulan lalu menunjukkan bahwa tidak ada kenaikan bunga untuk sisa 2019. Prediksi ini berbeda dengan proyeksi The Fed di Desember 2018 lalu yang mengatakan akan ada kenaikan hingga dua kali di tahun ini. Bank sentral AS juga tidak merubah taret kebijakan suku bunga yaitu di kisaran 2,25% hingga 2,5%. "Mayoritas berharap bahwa prospek ekonomi dan risiko di tahun ini membuat kisaran target tidak berubah untuk sisa tahun ini," tulis The Fed. Beberapa pejabat The Fed juga mengatakan bahwa ada potensi tingkat bunga yang lebih tinggi di akhir tahun ini jika pertumbuhan ekonomi berlanjut di atas tren jangka panjang. Namun dengan perlambatan dan risiko ini, prospek The Fed secara luas tetap positif. "Para peserta umumnya mengharapkan kegiatan ekonomi untuk terus berkembang, pasar tenaga kerja tetap kuat dan inflasi tetap berada di kisaran 2%," menurut kesimpulan rapat The Fed. Meski begitu, para pembuat kebijakan tetap mempermasalahkan inflasi yang rendah. Hal ini bisa menjadikan ekspektasi publik yang ikut merendah seiring melonggarnya pasar tenaga kerja. Beberapa indikator ini muncul dari perlambatan di sektor makanan dan energi yang melambat menjadi 1,8% pada Januari 2019 dari 2% di bulan Desember tahun lalu. Kementerian Tenaga Kerja AS pada Rabu lalu mengatakan bahwa secara tak terduga terjadi perlambatan di bulan Maret 2019 yang bisa memperlambat harga pakaian yang berdampak pada industri secara luas. Laju suku bunga ke depan menjadi bergejolak, apalagi setelah Presiden AS Donald Trump dan beberapa penasihatnya pekan lalu menyerukan penurunan suku bunga untuk mendongkrak pembelian obligasi Fed yang bisa mengubah ekonomi AS.
Prediksi pertumbuhan ekonomi AS pun masih belum dapat dipastikan. Pasalnya, Trump memang menyarankan agar pertumbuhan ekonomi AS tetap berada di bawah 3%. Permintaan Presiden ini jauh dari perkiraan The Fed yang memperkirakan ekspansi ekonomi yang lebih lambat atau hanya berkisar 2% tahun ini. Sementara itu, lembaga riset GDPNow Atlanta mengatakan pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2019 ini sudah meningkat menjadi 2,3%. Sementara pasar tenaga kerja berhasil membuka 196.000 lapangan pekerjaan di bulan Maret, menunjukkan pasar tenaga kerja tetap sehat, berbeda dengan perlambatan yang disinggung oleh The Fed. Sekadar informasi, bulan lalu The Fed juga mengumumkan bahwa penyusutan neraca kebijakan akan mengetat lalu dilanjutkan dengan perlambatan pada bulan Mei hingga September.
Editor: Yudho Winarto