The Fed Diprediksi Menahan Suku Bunga, Pasar Obligasi Dapat Angin Segar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi mendapatkan angin segar. The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan.

Chief Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Suhindarto memperkirakan the Fed masih akan mempertahankan suku bunganya hingga akhir tahun. "Kalau melilhat probabilitasnya, pasar memproyeksikan suku bunga masih akan bertahan di level saat ini, yakni 5,5%, dan peluangnya adalah sebesar 95,4%," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/11).

Ekspektasi tersebut juga sejalan dengan proyeksi the Fed yang memproyeksikan suku bunga akan berada di 5,6% untuk tahun 2023 atau kurang lebih sama seperti kondisi saat ini. Sementara itu, proyeksi tersebut juga memaparkan suku bunga kemungkinan akan turun di tahun depan menjadi 5,1% yang juga sejalan dengan ekspektasi pasar.


"Pasar mengekspektasikan suku bunga the Fed baru akan mulai diturunkan pada triwulan kedua tahun 2024 mendatang," kata dia.

Baca Juga: Volatilitas Tinggi Awal Tahun, IHSG Berpotensi Tembus 8.100 Pada 2024

Oleh sebab itu, Suhindarto melihat hal itu sebagai sentimen yang dapat memberikan dampak positif bagi pasar surat utang dalam negeri. Kenaikan suku bunga the Fed mengekspos secara negatif ke pasar domestik dan mendorong arus keluar modal.

Dia pun berpandangan kondisi ini akan mendorong arus modal asing masuk ke pasar SBN. Namun, Suhindarto juga mengakui bahwa arus masuk modal asing akan cenderung spekulatif karena rupiah relatif volatile di tengah penurunan surplus dagang.

Pada November ini, asing mulai masuk kembali ke pasar SBN Indonesia. Investor asing membukukan beli bersih sebesar Rp 4,71 triliun pada pekan lalu. Secara kumulatif, asing membukukan beli bersih Rp 16,15 triliun di pasar surat utang pemerintah selama 1-24 November 2023 atau berbalik dari kondisi Oktober yang mana asing melakukan jual bersih sebesar Rp 15,96 triliun.

Dengan kondisi tersebut, Suhindarto berpandangan investor domestik akan cenderung banyak mengoleksi yield dari obligasi bertenor panjang. Sebab lebih menarik ketika Bank Indonesia mulai menurunkan suku bunga.

Selain itu, ia menilai jika para investor memegang hingga jatuh tempo, saat ini adalah saat yang tepat untuk mengoleksi surat utang berkupon tinggi, yang mana akan semakin langka ke depan jika suku bunga turun.

Baca Juga: Pasar SBN Lesu Saat Pasar Obligasi Global Bullish, Ini Alasannya

Berdasarkan datanya, yield tenor yang lebih panjang, seperti 5 tahun dan 10 tahun turun paling dalam jika dibandingkan dengan tenor yang lebih pendek.

Pada November ini, yield tenor 5 tahun turun menjadi 6,67% dari 7,05% di Oktober dan tenor 10 tahun turun dari 7,11% ke 6,66% pada November ini. Sementara tenor 1 tahun tetap berada di level 6,50% dan tenor 3 tahun turun dari 7,05% ke 6,69%.

"Kondisi ini mengindikasikan tenor yang lebih panjang lebih menarik untuk dibeli," paparnya.

Suhindarto juga menambahkan, jika membandingkan antara obligasi pemerintah dan korporasi, ia melihat berinvestasi pada instrumen obligasi korporasi masih menjadi pilihan yang menarik dengan spread yang relatif terjaga. Kinerja indeks obligasi korporasi juga terus menunjukkan hal yang positif di tengah penurunan yield yang terjadi.

"Sepanjang pekan lalu, indeks obligasi korporasi mengalami peningkatan 0,16%, lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks obligasi pemerintah 0,13%," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati