KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks dollar Amerika Serikat (AS) merangkak naik seiring sikap hawkish Federal Reserve (The Fed) dalam menaikkan suku bunga acuannya. Dampaknya, beberapa harga komoditas kompak menurun. Berdasarkan Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juni 2022 sempat melemah ke US$ 98,54 per barel di awal pekan. Namun, pada Selasa (26/4), harga kembali naik tipis ke US$ 99,11 per barel. Pergerakan yang sama juga terjadi pada harga emas di Commodity Exchange. Senin (25/4) harga menurun ke US$ 1.896 per ons troi, kemudian di Selasa (26/4) naik ke US$ 1.904 per ons troi.
Kompak, harga batubara di Senin (25/4) juga menurun 2,22% ke US$ 304,2 per metrik ton. Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, harga komoditas cenderung melemah karena tertekan sentimen proyeksi kenaikan suku bunga AS yang tinggi. Baca Juga: Lockdown di China dan Sikap Hawkish The Fed Diproyeksi Tekan Rupiah Besok (27/4) Sejauh ini The Fed sudah secara terbuka mengungkapkan niatnya untuk menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin di awal Mei. Di Juni dan Juli The Fed juga diproyeksikan akan menaikkan suku bunga lagi. Oleh sebab itu, indeks dolar AS tampil perkasa dan naik. "Di tengah sentimen The Fed, investor cenderung mengalihkan investasinya ke safe haven seperti dolar AS, sehingga harga komoditas menurun," kata Ibrahim. Di satu sisi, kenaikan indeks dolar AS juga membuat harga komoditas semakin mahal dan terjadi penurunan minat. Anlis Global Kapital Investama Alwi Assegaf juga mengatakan harga minyak menurun karena permintaan dari China menurun akibat pengetatan ketat di negara tersebut. Turunnya harga minyak pada akhirnya menyeret penurunan harga komoditas yang lain. Namun, rebound harga komoditas saat ini, diliat Ibrahim hanya terjadi karena faktor teknikal dan bersifat sementara. Baca Juga: Harga Minyak Berusaha Rebound Pada Selasa (26/4) Pagi, Setelah Anjlok Kemarin Dalam jangka panjang, Ibrahim memproyeksikan setelah sentimen The Fed meredakan volatilitas harga komoditas, maka fokus pelaku pasar akan kembali pada geopolitik Rusia dan Ukraina yang tidak kunjung selesai. Dampaknya, pasokan komoditas masih tersendat dan harga komoditas berpotensi kembali naik.