KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernyataan Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk mundur di awal Juni nanti, semakin memberikan tekanan pada ketidakpastian politik Inggris. Mengingat, saat ini Negeri Ratu Elisabeth tersebut tengah dihadapkan pada polemik rencana keluarnya negara tersebut dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit. May yang dulu mendukung keanggotaan Inggris di Uni Eropa naik ke kursi Perdana Menteri setelah pemilih Inggris menyetujui negaranya meninggalkan Uni Eropa dalam sebuah referendum tahun 2016. Selajutnya, May harus memimpin proses keluarnya Inggris atau Brexit. Namun, selama perundingan dengan Uni Eropa, dia menghadapi tantangan keras, baik dari oposisi maupun dari partainya sendiri. Perjanjian Brexit yang disepakati pemerintahan May dengan Uni Eropa tidak pernah mendapat suara mayoritas di parlemen, juga setelah diajukan tiga kali. Pemerintahan Inggris menghadapi kebuntuan, hal ini disertai dengan banyaknya menteri yang mengundurkan diri dan harus diganti.
Theresa May mundur, nasib poundsterling kian tak jelas
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernyataan Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk mundur di awal Juni nanti, semakin memberikan tekanan pada ketidakpastian politik Inggris. Mengingat, saat ini Negeri Ratu Elisabeth tersebut tengah dihadapkan pada polemik rencana keluarnya negara tersebut dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit. May yang dulu mendukung keanggotaan Inggris di Uni Eropa naik ke kursi Perdana Menteri setelah pemilih Inggris menyetujui negaranya meninggalkan Uni Eropa dalam sebuah referendum tahun 2016. Selajutnya, May harus memimpin proses keluarnya Inggris atau Brexit. Namun, selama perundingan dengan Uni Eropa, dia menghadapi tantangan keras, baik dari oposisi maupun dari partainya sendiri. Perjanjian Brexit yang disepakati pemerintahan May dengan Uni Eropa tidak pernah mendapat suara mayoritas di parlemen, juga setelah diajukan tiga kali. Pemerintahan Inggris menghadapi kebuntuan, hal ini disertai dengan banyaknya menteri yang mengundurkan diri dan harus diganti.