KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tidak ada kebutuhan mendesak untuk memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 yang telah berakhir pada 31 Maret 2024 lalu. Sebagaimana diketahui belum lama ini pemerintah mengusulkan kepada regulator dalam hal ini OJK untuk memperpanjang restrukturisasi kredit Covid-19 hingga tahun 2025 mendatang. Merespons usulan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan keputusan untuk mencabut kebijakan restrukturisasi kredit telah melalui perhitungan yang matang dan pertimbangan mendalam terhadap kondisi perbankan dan perekonomian nasional.
"Saat OJK akan menetapkan berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit terdampak covid, maka juga dihitung seberapa besar efeknya terhadap kondisi perbankan dan perkembangan perekonomian secara menyeluruh, sehingga dari hal tadi kami sampaikan bahwa perbankan juga telah membentuk pencadangan yang sangat memadai," ungkap Mahendra saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Senin (8/7).
Baca Juga: Sejumlah Bank Gencar Jual Aset Bermasalah Mahendra merinci, pencadangan perbankan memadai dengan
coverage ratio sebesar 33,84% per Mei 2024. Sehingga OJK menilai hal ini menunjukkan bahwa perbankan secara umum telah menerapkan manajemen risiko dan kehati-hatian yang baik dalam pengelolaan kreditnya. Pertimbangan lainnya, kata Mahendra OJK juga melihat kinerja yang baik dari perbankan. Hal ini didukung oleh permodalan yang kuat. "Kami menilai ini (perbankan) mampu, bukan saja hanya mempertahankan kinerja dengan kondisi ke depan, tapi juga target-targetnya," terang Mahendra. Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, saat ini posisi NPL gross UMKM pada bulan Mei 2024 tercatat stabil yaitu sebesar 4,27%, naik tipis dari bulan April 2024 dari level 4,26%. Sejalan dengan penurunan loan at risk (LaR) total kredit, LaR kredit UMKM juga mengalami penurunan yaitu menjadi sebesar 13,83% dari sebelumnya April 14,29%, dan dari tahun sebelumnya sebesar 17,63%. "Sisa kredit restrukturisasi Covid-19 juga terus mengalami penurunan, sampai dengan Mei 2024 tersisa sebesar Rp 192,52 triliun," ungkap Dian. Sementara dari jumlah debitur yang masih menjalani restruk kredit tersisa sebanyak 702.000, turun drastis 10 kali lipat jika dibandingkan saat puncaknya hampir mendekati 7 juta debitur pada tahun 2022. Sementara itu para bankir juga mengaku tidak terkendala terkait dengan pemberhentian restrukturisasi kredit yang telah berakhir sejak Maret 2024 lalu. Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar mengatakan, tidak ada masalah terkait dengan pencabutan kebijakan restrukturisasi kredit covid-19 oleh OJK. "Kelanjutan dari kebijakan restruk relaksasi Cobid, saya rasa ini tetap jalan meski tidak perlu perpanjangan kebijakan. Kalau misalnya masih prospek (debiturnya), pasti diberikan relaksasi mandiri dari banknya," ungkap Royke saat rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (8/7).
Baca Juga: Restrukturisasi Kredit Efek Covid-19 Diperpanjang, Laba Bank Mengembang BNI berkomitmen untuk menjaga kualitas portfolio KUR dengan target NPL tidak melebihi 1% di tahun 2024. Senada, Direktur Keuangan, Treasury dan Global Service Bank Jatim Edi Masrianto mengatakan, posisi NPL KUR segmen mikro per Mei 2024 masih sehat terkendali meskipun ada kenaikan dari tahun lalu, yakni dari 0.56% di tahun 2023 menjadi 0.99% di tahun 2024. "Hal ini relatif wajar mengingat penyaluran kredit BJTM di segmen mikro juga mengalami pertumbuhan double digit sebesar 71.77% YoY pada bulan Mei," ungkap Edi kepada Kontan.
Meski begitu tidak ada keadaan yang mendesak terkait perpanjangan restrukturisasi kredit Covid 19. Namun Edi menyebu perpanjangan restrukturisasi tentunya akan menjadi angin segar bagi industri perbankan, karena akan memberikan waktu kepada Bank dan Debitur untuk memperbaiki kinerjanya. Tahun ini Edi menyebut pihaknya telah berhasil mencapai target pertumbuhan kredit, sehingga fokus Bank Jatim adalah menjaga kualitas kredit. Namun dengan tetap melakukan antisipasi melalui upaya selektif pada usaha debitur khususnya sektor ekonomi tertentu. Serta Bank Jatim juga melakukan monitoring dan pendampingan atas usaha debitur yang mengalami hambatan, dan perbaikan kualitas kredit melalui program
rescheduling, reconditioning, termasuk hapus buku. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi