Investor asing terus menyerbu industri keuangan Indonesia. Di perbankan, awal tahun ini investor Korea dan Jepang memperbesar cengkeraman mereka. Sebagian dari, sudah memiliki bank joint venture. Meski mendapat pengecualian aturan kepemilikan tunggal, mereka tetap melakukan merger. Mengapa? BEBERAPA tahun belakangan, musim akuisisi, merger dan konsolidasi mewarnai wajah perbankan Tanah Air. Maklum, daya tarik perbankan Indonesia masih menyilaukan mata investor asing. Wajar, jika asing banyak mencaplok bank lokal. Bagi investor asing yang sudah lebih dahulu menikmati bisnis perbankan di Indonesia, aksi akuisisi biasanya berujung pada pilihan menggabungkan dua anak usaha alias merger atau konsolidasi.
Yang terbaru, keputusan merger antara Bank Hana dan Bank Korean Exchange Bank (KEB) Indonesia. Senin (10/3) lalu, Hana Financial Group resmi mengawinkan dua anak usahanya tersebut. Pasca merger, Bank Hana dan KEB Indonesia bersalin nama menjadi KEB Hana. Fenomena perkawinan dua anak milik bank campuran ini dipastikan akan terus berlanjut. Aksi merger diperkirakan menjadi terulang pada Bank Sumitomo Mitsui Indonesia dengan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). Jumat (14/3), Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) menambah kepemilikan di BTPN menjadi sebesar 40%. "Kami belum tahu apa yang mereka pilih, merger atau membentuk holding. Tapi yang jelas mereka sudah memberikan letter of intent melakukan konsolidasi, artinya mereka mau dijadikan satu," terang Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (Harian KONTAN, 15 Maret 2014). Sejatinya, tidak ada kewajiban bagi SMBC mengonsolidasikan dua anak bank miliknya. Sebab, Sumitomo Mitsui Indonesia merupakan kelompok bank campuran alias joint venture.