Tiga alasan investor asing gemar SUN tenor panjang



JAKARTA. Mayoritas investor asing menggarap Surat Utang Negara (SUN) bertempo lama. Data SUN dwi mingguan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) mencatat, porsi investor asing dalam SUN domestik per 4 Agustus 2015 mencapai Rp 533,4 triliun atawa 38,94% dari total outstanding SUN yang dapat diperdagangkan sebanyak Rp 1.369,73 triliun.

Dari total portofolio asing tersebut, mayoritas investor luar negeri menempatkan dananya di SUN dengan tenor lebih dari 10 tahun. Porsi tersebut mencapai 46%, naik ketimbang posisi akhir tahun 2014 yang tercatat 43%.

Menurut analis Sucorinvest Sentral Gani Ariawan, ada beberapa faktor yang menyebabkan investor asing menggemari SUN domestik bertenor lama. Pertama, imbal hasil alias yield SUN dalam negeri yang terbilang tinggi.


Mengacu data Asian Bonds Online per 18 Agustus, yield SUN seri acuan FR0070 bertenor 10 tahun bertengger di angka 8,721%. Angka tersebut lebih menarik ketimbang yield SUN bertenor sama negara lainnya, semisal Malaysia yang mencapai 4,304%, Singapura berkisar 2,631%, Thailand sebanyak 2,683% serta Amerika Serikat yang di level 2,168%.

Kedua, pasokan SUN bertenor panjang lebih banyak di pasar sekunder. Sebab, pemerintah kerap melelang SUN seri acuan alias benchmark yang bertenor panjang. Hal ini membuat SUN tenor panjang lebih likuid. Mudah bagi para investor untuk membeli maupun menjual surat utang yang dimiliki.

Ketiga, volatilitas SUN tenor panjang yang lebih tinggi ketimbang yang bertenor pendek. Jika harga obligasi turun, SUN tenor panjang akan terkoreksi lebih dalam. Sebaliknya, jika harga obligasi naik, SUN bertempo lama akan melambung lebih jauh. Hal ini memudahkan para investor asing meraup capital gain.

Ariawan menilai, hingga akhir tahun 2015, SUN bertenor panjang masih akan menjadi primadona bagi investor asing. Alasannya, banyak analis memprediksi perekonomian Indonesia dapat menembus level 5% di paruh kedua tahun 2015. Hal ini dapat menjadi katalis positif.

Dengan catatan, serapan anggaran belanja pemerintah dapat dipercepat. Tak lupa, pemerintah Indonesia juga harus menjaga depresiasi nilai tukar rupiah menyusul rencana kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed, paling cepat September 2015 mendatang.

“Porsi asing di SUN tenor panjang tidak akan berubah banyak. Akhir tahun masih di level segitu,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie