Tiga alasan mengapa Newmont ogah bangun smelter



SUMBAWA. PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) akan menggelontorkan dana sebesar US$ 5 juta untuk melakukan eksplorasi sejumlah kontrak tambang yang dimiliki pada tahun depan. Seperti diketahui PT NNT selain memiliki tambang Batu Hijau, juga mempunyai kontrak tambang di Blok Elang, Rinti dan North Lunyuk.

Senior Manager Operation PT NNT Wudi Raharjo mengatakan, jumlah dana investasi yang dikeluarkan Newmont tersebut cukup besar, jika melihat kondisi yang ada. Kondisi seperti penurunan harga komoditas seperti tembaga dan emas, kepastian hukum pertambangan, dan juga kepastian ekspor. “Jika melihat itu semua, maka jumlah itu cukup besar,” katanya, Kamis (18/11).

PT NNT berharap portofolio kontrak tambang yang dimiliki, akan terus membuat perusahaan ini tumbuh. Apalagi melihat saat ini tambang Batu Hijau sudah memasuki vase tambang ke-6, yang dimulai tahun depan hingga 2017. Setelah itu tambang Batu Hijau akan memasuki vase tambang ke-7 dari tahun 2017-2027.


Vase 7 bisa menjadi vase tambang terakhir sebelum konsensi tambang Batu Hijau selesai pada tahun 2038. “Kita punya portofolio lain selain Batu Hijau,” katanya. Portofolio tambang yang lain, seperti Blok Elang dan Rinti diharapkan tidak akan membuat pemegang saham PT NNT merugi.

Seperti diketahui saat ini saham NNT baru sebesar 44% yang dimiliki entitas dalam negeri, termasuk pemerintah. Kepemilikan saham dalam negeri akan meningkat menjadi 51% setelah 7% saham PT NNT menyelesaikan proses divestasi.

Saat ini saham PT NNT dimiliki PT Pukuafu Indah sebesar 17,8%, PT Multi Daerah Bersaing sebesar 24%, dan Nusa Tenggara Partnership sebesar 56%. Dengan proses divestasi yang saat ini sedang berlangsung, nantinya saham Nusa Tenggara Partnership harus diserahkan ke entitas dalam negeri sebesar 7%, sehingga menjadi 49%.

Sudah masuknya vase tambang ke-7 juga menjadi alasan mengapa PT NNT keberatan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter seperti disyaratkan pemerintah. Menurut Wudi, perusahaannya tidak bisa membangun smelter karena tiga alasan.

Alasan pertama adalah tidak bisa stabilnya produksi. “Produksi swing dan untuk smelter itu tidak bisa. Smelter membutuhkan pasokan bahan baku yang stabil,” katanya. Produksi konsentrat tembaga dan emas PT NNT memang berfluktuasi karena saat ini hanya mengandalkan satu tambang dari Batu Hijau.

Alasan kedua adalah dengan investasi yang besar pembangunan smelter. Dengan kapasitas 1,6 juta ton per tahun, investasi pembangunan smelter diperkirakan mencapai US$ 2,3 miliar, maka umur tambang tidak akan cukup untuk mencapai return investasi. “Ketiga, perusahaan tidak memiliki dana sebesar itu sehingga tidak mampu membangun smelter,” katanya.

Oleh karena itulah, Wudi mengatakan, pihaknya sedang menanti kepastian kerjasama pembangunan smelter dengan perusahaan lain seperti Freeport, Nusantara Smelter, dan Indosmelt. Menurutnya pihaknya sudah menandatangani MoU untuk memastikan keberlangsung pasokan bahan baku konsentrat jika memang benar smelter dibangun.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie