Tiga Asean kurangi penggunaan dollar AS



JAKARTA. Indonesia, Malaysia, dan Thailand, membuat kesepakatan bersama mengurangi dominasi dollar AS. Tiga otoritas moneter negara itu menandatangani dua nota kesepahaman bilateral terkait penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dalam mata uang lokal atau local currency settlement.

Nota kesepahaman itu ditandatangani Gubernur BI Agus Martowardojo, Gubernur Bank Negara Malaysia Muhammad bin Ibrahim, dan Gubernur Bank of Thailand, Veerathai Santiprabhob, Jumat (23/12). Poin utama kerjasama tersebut adalah kesepakatan penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi. "Kerjasama dilakukan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS," kata Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, Jumat (23/12).

Mirza optimistis, kerjasama ini akan membantu penggunaan mata uang lokal kawasan ASEAN, serta menjaga stabilitas mata uang tiap negara. Kerjasama ini akan memberikan dampak positif bagi investasi dan ekonomi ASEAN dalam jangka panjang.


Menurutnya, nota kesepahaman ini merupakan tonggak utama dalam kerja sama bank sentral di regional. Kerjasama bilateral itu akan memfasilitasi kegiatan ekonomi dan keuangan antar ketiga negara dengan lebih efisien.

Sosialisasi intensif

Bank Indonesia berharap, kerjasama antara tiga otoritas moneter ini bermanfaat bagi pelaku usaha melalui pengurangan biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi perdagangan dan investasi. Sebab, pelaku usaha memiliki banyak opsi dalam memilih mata uang untuk setllement perdagangan, dan tak harus menggunakan dollar AS.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berharap, langkah kerjasama antara Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia, dan Bank of Thailand perlu ditindaklanjuti dengan sosialisasi secara intensif kepada para eksportir dan importir. Hal tersebut diperlukan agar kerja sama bilateral local currency settlement bisa efektif berjalan sehingga bisa menekan penggunaan dollar AS.

Namun, menurut Lana, saat ini porsi perdagangan Indonesia dengan Malaysia dan Thailand masih terbilang rendah. Sebab, mitra dagang terbesar Indonesia adalah China, Amerika Serikat, Jepang dan Singapura. Oleh sebab itu, kerjasama ini diperkirakan belum berdampak signifikan untuk mengurangi ketergantungan pada dollar AS. Pelaku usaha dalam negeri juga masih lebih senang menggunakan dollar AS dalam bertransaksi, baik transaksi ekspor maupun transaksi impor.

Data Kementerian Perdagangan (Kemdag) menunjukkan, total nilai perdagangan Indonesia dengan Malaysia pada tahun 2015 mencapai sekitar US$ 16,16 miliar, sedangkan total perdagangan RI dengan Thailand mencapai US$ 13,59 miliar. Bandingkan dengan total perdagangan RI dengan AS yang mencapai US$ 23,83 miliar dan China US$ 44,46 miliar.

Pemanfaatan yuan dalam perdagangan antara Indonesia dengan China juga belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh pelaku usaha. Hingga kini pengunaan yuan hanya 3% dari total transaksi perdagangan Indonesia dengan China. "Kalau dijalankan secara intensif, bisa mengurangi dollar," kata Lana, kemarin.

Sekali lagi, dia berharap, BI menyosialisasikan secara intensif kerjasama penggunaan mata uang lokal ini kepada para pelaku perdagangan internasional di dalam negeri. BI juga harus mensosialisasikan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional kepada kalangan perbankan.

Sebab dalam transaksi perdagangan internasional, jika eksportir menggunakan mata uang Malaysia atau Thailand, bank harus menukar mata uang tersebut ke dalam rupiah terlebih dulu. "Biaya transaksi juga harus dipertimbangkan," tambahnya.

Jika pengunaan mata uang lokal dalam perdagangan dan investasi dilakukan intensif, perbankan akan terbiasa. Alhasil, penggunaan dollar AS bisa ditekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto