KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga calon emiten baru dari sektor transportasi dan logistik berbasis angkutan laut akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ketiganya dijadwalkan akan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Juli dan Agustus 2022. Ketiga emiten yang sedang melakukan penawaran umum perdana saham alias Initial Publik Offering (IPO) tersebut adalah PT Habco Trans Maritima Tbk (HATM), PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari Tbk (ELPI), dan PT Utama Radar Cahaya Tbk (RCCC). Menilik prospektus perusahaan yang termuat di e-ipo, HATM telah melakukan penawaran umum pada 20 Juli - 22 Juli 2022 dengan harga sebesar Rp 160 per saham. Nilai IPO yang dibidik sebesar Rp 179 miliar.
Pencatatan saham HATM dijadwalkan pada 26 Juli 2022. Setelah dikurangi biaya-biaya emisi, seluruh dana yang terhimpun dari hasil IPO ini akan dipakai untuk pembelian armada kapal bulker baru.
Baca Juga: Ekspansi Pabrik Kemasan, Satyamitra (SMKL) Siapkan Investasi Rp 700 Miliar Kegiatan usaha utama HATM ialah menjalankan pengangkutan barang dengan menggunakan kapal laut yang dirancang khusus untuk mengangkut jenis barang tertentu. Dalam prospek usahanya, HATM juga membidik potensi dari komoditas batubara. Calon emiten berikutnya adalah ELPI. Masa book building telah berlangsung pada 14 Juli-21 Juli 2022 dengan harga penawaran Rp 190-Rp 240 per saham. Dari IPO ini, ELPI bisa menggalang dana antara Rp 211,28 miliar-Rp 266,88 miliar. Pencatatan saham dijadwalkan pada 8 Agustus 2022. Rencananya, sekitar 56,70% dari dana hasil IPO akan dipakai untuk belanja modal pengadaan kapal OSV (Offshore Support Vessel) dan Reactive Kapal OSV. Belanja modal ditujukan sebagai ekspansi armada dan layanan untuk kontrak baru dengan periode pengadaan pada 2022-2023 yang akan diikuti. Calon emiten selanjutnya adalah RCCC. Masa book building berlangsung pada 8 Juli - 12 Juli 2022 dengan harga Rp 110 - Rp 150 per saham. Jumlah dana yang terhimpun diperkirakan Rp 16,5 miliar - Rp 22,5 miliar. Tanggal pencatatan dijadwalkan pada 2 Agustus 2022. Sekitar 75,17% dana hasil IPO tersebut akan dipakai untuk pembelian armada kendaraan truk. Adapun usaha RCCC bergerak di bidang jasa pengurusan transportasi (freight forwarding). RCCC melakukan berbagai macam pengiriman barang dari berbagai daerah di Indonesia, serta membantu kebutuhan pelanggan dalam mendistribusikan barang, terutama semen curah, komoditas (batubara, gypsum, klinker, pasar), dan logistik (semen kantong, semen big bag, semen sling bag, pupuk, kebutuhan pokok). Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menyoroti bahwa re-opening economy pasca pandemi covid-19 mendongkrak prospek bisnis emiten logistik dan pelayaran. Di sisi lain, momentum ini juga mendorong perusahaan untuk melakukan ekspansi penambahan armada baru agar bisa mengakomodasi kebutuhan pasar. "Hal ini juga yang memicu banyaknya perusahaan melakukan IPO, dengan tujuan untuk mendapatkan dana yang lebih murah tanpa membebani keuangan seperti menambah utang baru," kata Pandhu saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (24/7).
Baca Juga: ASSA Giat Kejar Peluang di Bisnis Mobilitas dan Logistik Dari sisi momentum, Pandhu melihat tahun ini masih menjadi pilihan yang tepat untuk melakukan IPO. Apalagi, sejumlah emiten di sektor logistik dan pelayaran membukukan peningkatan kinerja secara signifikan, sehingga akan cenderung lebih mudah menarik minat investor. Namun, Pandhu punya catatan untuk HATM, ELPI dan RCCC. Pertama, HATM. Pandhu menilai, prospek usaha HATM yang mengincar angkutan batubara bisa terpapar katalis positif dari harga komoditas ini yang masih di level tinggi. Tarif angkutan dan volume yang tinggi bisa mengoptimalkan pendapatan dan laba. Meski begitu, karakter bisnis angkutan batubara cenderung kurang stabil. Selain itu, Pandhu juga belum melihat konsistensi kinerja secara jangka panjang dalam pembukuan keuangan HATM. Kedua, ELPI. Dengan support di bisnis offshore, kinerja usahanya akan sangat tergantung dari volume produksi minyak. Hal ini akan mempengaruhi seberapa banyak kontrak kerja yang bisa didapatkan oleh ELPI. Dari sisi kinerja keuangan dalam tiga tahun terakhir, Pandhu memandang pertumbuhan pendapatan tampak cukup konsisten. Meski dari sisi laba ada kencenderungan stagnan akibat peningkatan beban pokok pendapatan, terutama beban penyusutan dan operasional kapal seperti kenaikan harga bahan bakar. Ketiga, RCCC. Sebagian besar pendapatan berasal dari angkutan semen. Sayangnya, dalam beberapa tahun belakangan ini industri semen cenderung stagnan, bahkan menurun akibat banyaknya proyek infrastruktur yang tertunda. Meski, pada kuartal kedua tahun ini RCCC mulai bisa mengurangi ketergantungan untuk dapat meminimalkan risiko di masa mendatang. Tambahan modal untuk menambah armada diharapkan dapat menggenjot pertumbuhan. Menimbang analisa tersebut, Pandhu menilai dari ketiga emiten tersebut belum ada yang benar-benar menarik secara jangka panjang. Namun untuk jangka pendek, pelaku pasar bisa melirik IPO ketiga emiten tersebut. Perlu dicatat bahwa trading ketika masa IPO perlu kehati-hatian untuk menjaga portofolio serta disiplin dalam manajemen risiko.
Baca Juga: Lewat IPO, Produsen Masker Evo Plusmed Melepas 20% Saham ke Publik "Biasanya memiliki pergerakan yang cukup atraktif pada masa awal listing. Trading jangka pendek karena jangka panjang belum begitu meyakinkan," terang Pandhu.
Hal senada juga disampaikan oleh Research Analyst Reliance Sekuritas Lukman Hakim. Prospek bisnis jasa angkut di tengah transisi pandemi menjadi momentum yang mendorong ramainya IPO di sektor ini. Penggunaan dana IPO untuk menambah armada akan bisa menunjuang kinerja perusahaan. Tapi, perlu dicermati bagaimana kemampuan emiten untuk meraih kontrak baru agar dapat meningkatkan utilitas armadanya. Saran Lukman, pelaku pasar bisa memanfaat volatilitas harga saham ketika baru di pasar regular. "Karena investor masih akan menilai apakah saham tersebut wajar di harga sekarang. Sehingga investor dapat trading jangka pendek," pungkas Lukman. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi