JAKARTA. Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan ada tiga solusi yang dapat dijalankan agar tidak merugi. Solusi pertama, adalah dengan menyesuaikan iuran masyarakat tiap bulannya dengan hitungan aktuaria. "Peraturan pemerintah menyatakan ada opsi lain, yaitu kurangi manfaat. Tapi itu enggak kami pilih," kata Fachmi, di kantor BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Selasa (15/8).
Dia menegaskan, BPJS Kesehatan tak akan mengurangi benefit atau manfaat. Fachmi mencontohkan, jika manfaat dikurangi, berarti akan ada penyakit yang tidak dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Contohnya, jika BPJS Kesehatan tidak meng-cover kelompok penyakit gangguan jantung. Pada tahun 2016, anggaran BPJS Kesehatan terserap Rp 7,4 triliun untuk tindakan kuratif penyakit jantung. "Kalau ini dihilangkan, enggak ada defisit, selesai persoalan. Tapi kan kami enggak akan menghilangkan manfaat ini," kata Fachmi. Kemudian pilihan ketiga adalah pemberian suntikan dana tambahan. "Jadi, pemecahannya apa? Suntikan dana tambahan, itu yang kemudian disiapkan dari awal dan dihitung dengan benar," kata Fachmi. Menteri Kesehatan Nila Moeloek sebelumnya menyebut defisit anggaran BPJS Kesehatan mencapai Rp 9 triliun. Anggaran tersebut kebanyakan digunakan untuk tindakan kuratif penyakit tidak menular.
Selama ini untuk tindakan kuratif penyakit jantung untuk satu juta orang mengeluarkan biaya mencapai Rp 6,9 triliun dan gagal ginjal tindakan kuratif yang harus dikeluarkan mencapai Rp 2,5 triliun. Direktur Keuangan BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mengungkapkan, hingga semester I 2017 terdapat sekitar 10 juta peserta yang tercatat menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Menurut Kemal, mayoritas jumlah penunggak tersebut berasal dari peserta bukan penerima upah (PBPU). (Kurnia Sari Aziza) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia