Tiga cara untuk menyelamatkan Malaysia Airlines



SINGAPURA. Malaysia Airlines mengalami dua kecelakaan fatal dalam keselamatan penerbangan selama 68 tahun terakhir dalam enam bulan pertama tahun 2014. Pesawat Malaysia Airlines MH370 hilang pada Maret lalu, dan pada bulan ini pesawat MH17 ditembak jatuh di zona perang Ukraina. 

Seperti dilansir dilansir Business Insider, Jumat (25/7), presiden organisasi berita penerbangan Airchive, Chris Sloan, menilai, sangat langka satu maskapai tertimpa dua bencana dalam periode waktu yang singkat. 

Predikat Malaysia Airlines sebagai salah satu maskapai dengan keselamatan terbaik musnah setelah kejadian tersebut. Kinerja keuangan maskapai suram, padahal Pemerintah Malaysia menjadi pemegang saham mayoritas melalui perusahaan induknya, Penerbangan Malaysia Berhad. 


Sudah banyak dana talangan yang dikucurkan. Laporan Businessweek, dalam 3 tahun terakhir Malaysia Airlines merugi US$ 1,2 miliar. Dan menurut CAPA Centre for Aviation, Malaysia Airlines kehilangan lebih dari US$ 140 juta pada kuartal pertama tahun ini saja, dengan bisnis turun 59%. Dengan kata lain, maskapai ini belum menguntungkan selama bertahun-tahun. 

Malaysia Airlines tidak mungkin meraup laba dalam waktu dekat. Rebranding, nasionalisasi, dan merger tampaknya menjadi pilihan Malaysia Airlines menata masa depan, menyelamatkan kepercayaan konsumen, dan membalikkan keadaan. 

"Rebranding" Sebuah solusi potensial hanyalah mengubah citra maskapai. Mengubah perusahaan dengan peluncuran logo baru. Strategi ini berhasil baik untuk ValuJet dan Swissair, meskipun dalam keadaan yang berbeda. 

Pada saat rebranding, ValuJet adalah sebuah maskapai penerbangan dengan 15 armada yang mulai menua, jet jarak pendek seri DC-9 / MD-80. Malaysia Airlines, di sisi lain, berusia hampir 70 tahun, dengan armada 100 pesawat, mulai dari Boeing 737 sampai Airbus A380. 

Sebagai flag carrier Malaysia, maskapai ini juga merupakan simbol identitas nasional, sebagai duta terbang negara. Rebranding Swissair juga menawarkan beberapa paralel. Swissair, dikenal dengan layanan berkualitas tinggi dan kinerja keuangan yang kuat, disebut sebagai "bank terbang" selama bertahun-tahun. Namun, pada akhir 1990-an, setelah satu dekade pengambilan keputusan keuangan yang buruk, maskapai penerbangan nasional Swiss ini menghadapi utang besar. 

Situasi keuangan suram diperparah oleh kecelakaan penerbangan 111 di lepas pantai Nova Scotia pada tahun 1998. Pada tahun 2001, perusahaan mengumumkan harus melikuidasi aset-asetnya. SWISS International Airlines muncul, dan sejak itu telah dinilai sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Keberhasilan SWISS menunjukkan sangat mungkin mengubah citra flag carrier dan memulihkan finansial. 

Namun, SWISS memiliki dua keuntungan yang tidak dimiliki Malaysia Airlines, yakni indeks kepercayaan konsumen, serta tradisi penerbangan. Kepercayaan konsumen Swissair tidak fatal ternoda oleh masalah perusahaan, dan tradisi penerbangan Swiss juga mapan. 

Nasionalisasi  Menurut Sloan, mungkin saja Pemerintah Malaysia tidak hanya mengucurkan dana, tetapi juga menasionalisasi Malaysia Airlines. Tidak ada negara yang ingin kehilangan seperti simbol internasional terkemuka pada saat jatuh. 

Nasionalisasi bisa memberikan maskapai kepastian finansial untuk sementara waktu, sembari maskapai menjalankan perubahan untuk kelangsungan hidup jangka panjang. Pada tahun 2001, Pemerintah Selandia Baru menasionalisasi Air New Zealand dan menyuntikkan lebih dari 700 juta dollar AS ke perusahaan, setelah rencana merger gagal. 

Nasionalisasi membuat Air New Zealand melakukan perubahan drastis dalam model bisnis. Akhirnya, maskapai penerbangan berhasil kembali mencetak keuntungan. 

Merger  Pilihan lain untuk Malaysia Airlines adalah untuk merger. Sebulan sebelum kecelakaan MH17, bermunculan rumor soal minat Etihad Airways mengakuisisi saham maskapai. Namun, karena kecelakaan itu, maskapai berbasis Abu Dhabi itu telah benar-benar menghapus rumor. 

Dalam 15 tahun terakhir, CEO Tony Fernandes telah membuat AirAsia mengalami pertumbuhan pesat. Sebagian besar pertumbuhan eksplosif dengan membeli pesaing regional yang lebih mapan. Sekarang, Fernandes ingin melompat ke dalam permainan jarak jauh dengan merek, AirAsiaX. 

Bahkan, maskapai ini telah membeli 50 pesawat jarak jauh Airbus A330neo pada bulan ini di Farnborough Airshow. Untuk menyingkirkan pesaing lokal dan meningkatkan operasi benua, AirAsia mungkin bersedia untuk mengambil aset internasional Malaysia Airlines dengan harga yang wajar. 

Menurut Sloan, tidak keterlaluan bagi maskapai lebih muda untuk mengakuisisi yang lebih besar dan berskala internasional. Pada tahun 2007, Brasil Gol Airlines membeli sisa-sisa maskapai nasional negara yang bangkrut, Varig. Setelah merger, Varig sekarang menjadi maskapai internasional terkemuka Brasil, beroperasi sebagai perpanjangan tangan Gol Airlines. (Estu Suryowati)

Editor: Sanny Cicilia