JAKARTA. Menjelang akhir tahun, beberapa emiten yang bergerak di sektor pengembang properti dan konstruksi merevisi target penjualan. Kondisi ekonomi yang makin tidak menentu membuat penjualan tersendat. Belum lagi ada penundanan proyek dari beberapa emiten. Ada tiga emiten yang menyatakan akan memangkas kinerja. Diantaranya, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST) dan PT Waskita Karya Tbk (WKST). SSIA sebelumnya berharap bisa menjual lahan 120-130 hektare (ha). Namun, investor strategis yang berniat membeli lahan SSIA mengurungkan niat. "Karena volatilitas rupiah, ada investor menunda ekspansi, jadi target direvisi turun," imbuh Utari Sulistiowati, Sekretaris Perusahaan SSIA, pada KONTAN, Selasa (17/9). Makanya, SSIA menurunkan target penjualan lahan menjadi 70 ha di akhir tahun ini.
Kinerja emiten dengan lini bisnis fokus di penjualan lahan industri itu terlihat melambat sejak kuartal I 2013. Harga jual tanah SSIA diproyeksi bisa US$ 126 per m². Artinya penjualan dari lahan industri hanya akan mencapai US$ 88,2 juta atau sekitar Rp 1 triliun dengan kurs per dollar AS Rp 11.451. Sebelumnya, SSIA menargetkan bisa meraih marketing sales Rp 1,73 triliun-Rp 1,87 triliun. Leonardo Henry Gavaza, analis Bahana Securities mengatakan, dari seluruh sektor properti paling banyak kena dampak pelemahan nilai tukar adalah emiten pengembang lahan industri. Dia bilang, selain SSIA, emiten yang juga merevisi target adalah PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST). BEST merevisi target penjualan lahan dari 100-110 ha menjadi 70 ha. Dengan asumsi harga lahan US$ 175 per m², maka marketing sales Rp 1,4 triliun. Padahal BEST menargetkan bisa meraih marketing sales Rp 2 triliun-Rp 2,2 triliun. Karena itu pula, Leonardo merevisi target pendapatan dan laba bersih SSIA dan BEST. Dari sebelumnya ia memprediksi, penjualan SSIA Rp 4,6 triliun menjadi Rp 4,5 triliun. Sementara laba bersih akan menurun dari Rp 928 miliar, menjadi Rp 857 miliar. Untuk BEST, Leonardo menurunkan target pendapatan BEST dari Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1,36 triliun. Sementara laba bersih yang semula Rp 804 miliar menjadi Rp 750 miliar. Proyek tertunda Emiten lain adalah emiten konstruksi pelat merah. WSKT harus memangkas karena banyak proyek yang tertunda. WSKT sebelumnya membidik pendapatan Rp 11,8 triliun merevisi menjadi Rp 10,7 triliun. "Kami menurunkan target Rp 1,1 triliun," ujar Tunggul Rajagukguk, Direktur Keuangan WSKT.
Tunggul mengatakan, revisi ini lantaran proyek pengembangan Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta terunda karena desain proyek. Selain itu, proyek pembangunan tol Cikampek-Palimanan yang mundur. Padahal, manajemen telah memenangkan proyek senilai Rp 400 miliar, April lalu. Meski demikian, WSKT tidak merevisi target laba bersih Rp 363 miliar. "Kami akan lakukan efisiensi atas beban operasional kami," kata Tunggul.Reza Nugraha, Analis MNC Securities mengatakan, penundaan proyek yang dilakukan WSKT masih dirasa wajar. Sebab diperkirakan membutuhkan likuiditas yang lebih di tahun ini. Menurut Reza, saham konstruksi BUMN ini masih cukup menarik. Dia merekomendasikan beli untuk WSKT dengan target harga Rp 770. Sementara pada saham penyedia lahan industri Leonardo masih memberi rekomendasi beli untuk saham SSIA dan BEST. Dimana target masing-masing di Rp 1.050 dan Rp 780. Harga SSIA dan BEST pada Selasa (17/9) di Rp 860 dan Rp 456. Sedangkan saham WSKT di Rp 600. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana