Tiga Korporasi Jadi Tersangka, Pemerintah Diminta Perbaiki Tata Kelola Minyak Goreng



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga korporasi sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada periode bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Seperti diketahui, perkara tersebut telah selesai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi.

Adapun lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 tahun – 8 tahun.


Dalam putusan perkara ini, Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.

Oleh karenanya, Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat dimana para terpidana bekerja). Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka menegakkan keadilan, Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara.

Dari hasil penyidikan, terdapat 3 korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup.

Baca Juga: Kejaksaan Agung Tetapkan 3 Korporasi Jadi Tersangka Kasus Minyak Goreng

Sekretaris Jenderal Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mengatakan, perkara minyak goreng menjadi catatan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola dalam pengelolaan minyak goreng.

Reynaldi menyebut, komoditas minyak goreng merupakan salah satu komoditas terbesar yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu semestinya perlu adanya perbaikan dari hulu hingga hilir agar pasokan dan harga minyak goreng terjangkau bagi masyarakat. Apalagi Indonesia merupakan produsen terbesar CPO di dunia.

Reynaldi menyoroti struktur pasar minyak goreng yang berbentuk oligopoli. Artinya, produsen minyak goreng didominasi oleh segelintir perusahaan atau grup perusahaan.

Selain itu, distributor minyak goreng pun juga masih terafiliasi dalam satu grup usaha dengan produsen minyak goreng.

Reynaldi meminta pemerintah juga terlibat dalam mengelola minyak goreng, misalnya melalui BUMN. Ikappi memandang perlu adanya BUMN yang fokus pada pengelolaan minyak goreng.

BUMN tersebut mesti diberikan infrastruktur yang cukup agar pasokan dan harga minyak goreng di pasaran terjaga.

“Pasca ini, minyak goreng jangan lagi hanya dipegang atau dikelola swasta,” ujar Reynaldi saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (18/6).

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyiapkan kebijakan cadangan pangan minyak goreng.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa mengatakan, Bapanas akan menugaskan Bulog dan Holding BUMN Pangan (ID Food) untuk menyiapkan cadangan pangan minyak goreng.

Cadangan tersebut akan digunakan dalam rangka stabilisasi pasokan maupun harga.

Ketut menjelaskan, pengelolaan cadangan pangan minyak goreng akan bersifat dinamis. Artinya, ketika stok masuk, akan dikeluarkan lagi untuk pelaksanaan ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KSPH).

Bapanas berharap, Bulog akan menjadi distributor 1 (D1) dalam pengelolaan cadangan pangan minyak goreng. Sebab, Bulog memiliki jangkauan distribusi yang luas.

Nantinya, stok akhir tahun cadangan pangan minyak goreng yang perlu dipegang diharapkan sekitar 30.000 ton atau 40.000 ton untuk ditetapkan menjadi stok carry over tahun berikutnya.

“Tahap awal kurang lebih sebanyak 100.000 ton,” ujar Ketut.

Baca Juga: Harga Referensi CPO Turun 10,87% pada Periode 16-30 Juni 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat