Tiga langkah agar RI bisa memanfaatkan ACFTA



JAKARTA. Pemerintah akan menyiapkan tiga grand design guna menguatkan posisi dan daya saing Indonesia dalam menjalankan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Dengan cara ini, ACFTA tetap berjalan tanpa harus memukul industri dalam negeri.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengungkapkan, ketiga strategi itu terdiri dari tindakan unilateral, pendekatan bilateral, dan pendekatan regional.

Tindakan unilateral adalah pembenahan internal industri nasional yang mencakup tiga hal. Pertama adalah meningkatkan daya saing produk lokal. Caranya dengan membenahi masalah domestik, mulai dari logistik, kepabeanan, pelabuhan, perizinan, pembiayaan, energi, dan infrastruktur. "Yang banyak PR-nya adalah energi, infrastruktur, perizinan, dan pertanahan," ujarnya, Sabtu (24/3).


Kedua, menguatkan daya tahan produk lokal di pasar dalam negeri guna menghadapi serbuan produk China. "Untuk menjaga tembok impor, kita melakukan early warning system dan pemberantasan penyelundupan," ujarnya. Selain itu, pemerintah juga akan memeriksa keaslian surat keterangan asal (SKA) untuk mendapat fasilitas ACFTA karena ternyata banyak juga yang dipalsukan.

Upaya ketiga adalah mengusahakan agar produk dalam negeri bisa mendobrak pasar China. Ia mencontohkan, banyak produk kosmetik yang sulit menembus pasar China karena isu karantina.

Adapun dalam melakukan pendekatan bilateral atau antar kedua negara, pemerintah akan mendekati China agar meningkatkan investasinya di Indonesia. "Kami akan menagih janji China untuk bekerjasama di sektor infrastruktur dan melakukan promosi investasi bersama," ujarnya.

Ia memberitahukan, perwakilan dari Indonesia akan berangkat ke China pada 9 Juni-12 Juni 2011 guna membahas berbagai macam hal terutama aspek pengawasan.

Selanjutnya, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap pengembangan bisnis di kawasan regional. "Sebagai anggota ASEAN, kita mengajukan evaluasi, artinya harus terbentuk pengembangan bisnis di pasar regional," imbuh Edy.

Di pihak lain, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Distribusi dan Logistik Kadin Indonesia Natsir Mansyur mengatakan, banyak hal yang harus dinegosiasikan lagi dengan China menyangkut permasalahan teknis. Salah satunya, ia mengusulkan agar sistem perdagangan Indonesia dan Cina tidak menggunakan dollar AS tetapi lebih banyak memakai yuan dan rupiah.

Tak hanya China

Semua strategi itu memang masih di atas kertas. Karenanya, butuh kesungguhan pemerintah dan kerja sama pengusaha untuk menjalankannya.

Menurut pemerintah, ada lima kelompok komoditi yang terkena dampak ACFTA, yakni alas kaki, makanan dan minuman, elektronik, tekstil, dan buah-buahan. "Dari sekitar 9000-an kelompok komoditas, tinggal lima yang belum mampu bersaing dengan produk China,” ungkap Edy.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, keterpukulan produk lokal karena serbuan produk China bukan semata salah pemerintah. Ia melihat masyarakat terlalu sentimen terhadap produk dari China. Padahal, banyak produk impor dari negeri lain yang membanjiri pasar lokal juga.

Menurutnya, Indonesia justru memiliki hubungan perdagangan yang lebih intensif dengan Amerika dan Eropa. Selain itu, produk otomotif juga dikuasai Jepang. Sedangkan alat elektronik dari Korea membanjiri pasar domestik.

Karenanya, ia meminta agar masalah perdagangan dengan China dilihat lebih adil. "Ayo dong kita menatap China sebagai opportunity juga. Jangan mengeluh, jangan meratap," tegasnya. Dengan pasar yang besar, Indonesia memang jadi tujuan ekspor negara lain. Nah, apakah selamanya industri lokal membiarkan pasarnya diambil orang?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can