Tiga orang mundur dari calon ketua MK



JAKARTA. Pada 1 April mendatang, masa jabatan Mahfud MD sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) berakhir. Mahfud MD sudah menyatakan tak ingin mencalonkan diri lagi. Untuk itu, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka seleksi calon ketua MK yang baru.

Kemarin, Komisi III DPR mulai melaksanakan tahapan seleksi sebelum uji kepatutan dan kelayakan, yakni pembuatan makalah. Awalnya, ada enam calon hakim konstitusi yang masuk dalam bursa pemilihan. Yakni, Patrialis Akbar, Lodewijk Gultom, Nikmatul Huda, Arief Hidayat, Sugianto, dan Djafar Albram.

Namun, baru saja proses seleksi digelar, separuh peserta memutuskan mundur dari pencalonan hakim konstitusi. Salah satunya adalah mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar. "Patrialis menyatakan mundur," ungkap anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, Rabu (27/2).


Berdasarkan surat pengunduran diri yang dikirimkan ke komisi bidang hukum tersebut, Patrialis menyebutkan alasan berhenti dari seleksi calon hakim konstitusi meski mendapat dukungan dari Fraksi Partai Amanat Nasional dan Fraksi Partai Gerindra pada rapat 14 Februari lalu. "Saat ini saya belum bersedia mencalonkan diri sebagai calon hakim konstitusi. Semoga pada kesempatan lain, saya bersedia demi kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia tercinta," tulis Patrialis dalam suratnya.

Eva menduga, Patrialis mundur lantaran secara hitungan rasional kecil peluang menduduki kursi ketua MK. Kabarnya, M. Akil Mochtar disebut-sebut sebagai kandidat kuat pengganti Mahfud MD. Masa tugas Akil sebagai hakim konstitusi akan berakhir pada Agustus mendatang. Selain Patrialis, dua calon yang mengundurkan diri adalah Lodewijk Gultom, Rektor Universitas Krisnadwipayana, dan Nikmatul Huda, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Nikmatul tidak melanjutkan seleksi lantaran tidak mendapat izin dari institusinya. Sedangkan, Lodewijk beralasan tanggung jawab pada dunia pendidikan membuatnya tidak bisa mengemban tugas sebagai hakim konstitusi.

Dengan begitu, tinggal tiga calon yang tersisa yang mengikuti seleksi makalah, yakni Arief Hidayat, staf ahli MK yang juga Guru Besar Universitas Diponegoro, Jafar Albram, Rektor Universitas Borobudur, dan Sugianto, dosen IAIN Sunan Gunung Jati Cirebon. Menurut Eva, bila ketiga calon ini tidak layak, DPR akan membuka pendaftaran baru.

Wahyudi Djafar, peneliti Elsam mengingatkan Komisi III DPR agar selektif dalam memilih hakim konstitusi. Selain memahami masalah konstitusi, hakim MK tidak boleh terkait politik kekuasaan. "DPR harus memilih yang tak memiliki hasrat politik kekuasaan, tapi berkomitmen melindungi hak asasi manusia," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan