Tiga provinsi ini disebut KPK daerah terkorup



BENGKULU.  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendampingi tata kelola keuangan Provinsi Sumatera Utara, Banten, dan Riau. Ketiganya dianggap provinsi terkorup di Indonesia.

Ketua Tim Koordinasi Supervisi Pencegahan KPK, Adlinsyah Nasution di Bengkulu mengatakan, pendampingan terhadap tiga provinsi tersebut untuk mengatasi tingkat korupsi yang cukup parah.

"Tiga provinsi ini masuk dalam pendampingan karena tingkat korupsinya sangat tinggi, seperti Sumatera Utara dikenal dengan 'hattrick' di mana tiga kepala daerahnya terjerat korupsi," kata Adlinsyah, Rabu (3/8).


Ia mengatakan pendampingan yang diberikan KPK antara lain memperbaiki tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

Potensi korupsi di daerah menurutnya dapat terjadi di tiga kegiatan yakni penyusunan APBD, pengadaan barang dan jasa serta bidang pelayanan publik.

Selain tiga provinsi terkorup tersebut, KPK juga mendampingi tiga provinsi yang mendapat dana otonomi khusus yakni Provinsi Papua, Papua Barat dan Nangroe Aceh Darussalam.

"Tiga provinsi ini mendapat cukup banyak dana bergulir sehingga mereka meminta pendampingan," kata dia.

Sementara dua provinsi lainnya yakni Bengkulu dan Nusa Tenggara Timur meminta secara khusus pendampingan tata kelola pemerintahan kepada KPK.

Adlinsyah mengatakan pencegahan korupsi bergantung pada kemauan dan komitmen kepala daerah gubernur dan bupati/wali kota.

"Kami mengapresiasi kemauan dan komitmen politik kepala daerah di Bengkulu yang meminta pendampingan dari KPK untuk mewujudkan pemerintahan bebas korupsi," katanya.

Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti mengatakan pendampingan dari KPK merupakan upaya pemerintah daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan bebas korupsi.

"Sistem pemerintahan yang bersih dan akuntabel ini juga bagian dari upaya Bengkulu untuk lepas dari ketertinggalan," katanya.

Ia mengharapkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel tersebut juga akan diikuti pemerintah 10 kabupaten dan kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia