KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) turun 27,95% ke level 4.538,93 sepanjang kuartal pertama 2020. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) tiga saham pemberatnya adalah
BBRI,
BBCA, dan
BMRI. Pada tiga bulan pertama, saham PT Bank Rakyat Indonesia (
BBRI) telah mengalami penurunan 31,4%, PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) turun 17,4% dan PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) turun 39%. Analis Henan Putihrai Liza Camelia menjelaskan ketiga saham tersebut memiliki bobot yang cukup besar terhadap IHSG sehingga penurunan ketiganya sangat mempengaruhi pergerakan IHSG. Berdasarkan data RTI per 1 April 2020, bobot BBCA sebesar 13,05%, BBRI sebesar 6,98% dan BMRI sebesar 4,15%.
"Penurunan harga ketiga saham tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya yaitu sentimen akan perlambatan kinerja perbankan yang dipengaruhi oleh kenaikan NPL dan perlambatan penyaluran kredit," jelas Liza kepada Kontan.co.id, Kamis (2/4).
Baca Juga: IHSG turun tipis 0,12% pada akhir perdagangan sesi I, Kamis (2/4) Sentimen kenaikan
non-performing loan (NPL) disebabkan oleh perlambatan ekonomi yang ditakutkan dapat menyebabkan
default-nya debitur perbankan. BI telah beberapa kali menurunkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini, terakhir BI memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 4,2%-4,6% di tahun ini. Hal tersebut menunjukkan perlambatan ekonomi memang akan terjadi. Selain itu, kinerja bank masih bisa terhambat dengan adanya rencana relaksasi kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang terdampak wabah Covid-19. "Apabila rencana tersebut diimplementasikan, maka pendapatan dari perbankan akan terhambat, khususnya bank yang memiliki proporsi loan UMKM yang besar seperti BBRI," imbuh dia. Pada tahun 2019, proporsi pinjaman
(loan) BBRI pada segmen bisnis UMKM mencapai 61,4% dari total
loan, sedangkan BBNI dan BBCA hanya sekitar 26,7% dan 15,04%. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, BI juga menurunkan proyeksi penyaluran kredit menjadi hanya sebesar 6%-8% di tahun 2020. Perlambatan penyaluran kredit akan menghambat kinerja bank karena bank akan kesulitan menyalurkan kredit, padahal bunga kredit merupakan sumber utama pendapatan bank.
Baca Juga: Jadi pemberat IHSG di kuartal pertama, saham-saham ini masih layak dilirik Meski menghadapi tantangan tersebut Liza melihat BBCA, BBRI dan BMRI memiliki fundamental yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan ketiga bank BUKU IV tersebut dalam menghasilkan laba. BBCA selama tiga tahun terakhir mencatatkan pertumbuhan laba double digit dengan CAGR sebesar 11,5%. BBRI juga mencatatkan pertumbuhan laba yang cukup tinggi selama tiga tahun terakhir di mana CAGR-nya mencapai 9,5%. Sedangkan BMRI mencatatkan pertumbuhan laba dengan CAGR tiga tahun terakhir tertinggi dibanding kedua bank lainnya yaitu 25,8%. Selain itu apabila dilihat dari price book value (PBV) ketiga bank tersebut, semuanya berada di bawah rata-rata PBV selama lima tahun terakhir. Selama lima tahun terakhir rata-rata PBV BBCA tercatat 4,03 kali sedangkan data per 1 April 2020 tercatat 3,88 kali. Sedangkan BBRI dalam lima tahun terakhir tercatat 2,43 kali dan data per 1 April 2020 tercatat 1,75 kali. Kemudian PBV BMRI per 1 April 2020 tercatat 1,91 kali padahal rata-rata dalam lima tahun terakhir 1,05 kali. Sehingga dapat disimpulkan kelima saham tersebut cukup murah saat ini. "Namun, investor tetap harus memperhatikan bahwa relaksasi kredit UMKM, potensi pembengkakkan kredit akibat wabah corona serta perlambatan ekonomi dapat melemahkan performa emiten-emiten tersebut," imbuhnya.
Baca Juga: Menengok kucuran insentif fiskal jumbo dari negara-negara yang hadapi virus corona Lebih lanjut, Liza mengatakan di kondisi pasar yang cenderung
bearish investor akan lebih memilih saham
small caps karena saham tersebut memliki hubungan yang tidak linear dengan pergerakan IHSG sehingga memiliki peluang gain lebih besar. Hal ini yang menyebabkan
top leader IHSG di kuartal I-2020 ini berasal dari saham berkapitalisasi kecil. "Pasar diprediksi masih akan melemah beberapa waktu ke depan dan saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengoleksi saham
small caps. Walau begitu, investor masih perlu memperhatikan pergerakan kondisi ke depan karena pasar masih bergerak volatil," tutup Liza. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati