Tiga tahun Jokowi-JK, hati-hati dengan indikator



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah tiga tahun berjalan. Selama tiga tahun ini, pemerintah mengklaim telah banyak membangun infrastruktur, mengendalikan harga pangan dan ketersediaannya, dan membuat penyaluran bantuan sosial lebih baik atau tepat sasaran.

Namun demikian, bagaimana pencapaian tiga tahun pemerintahan Jokowi dari kacamata para ekonom? Apakah aspek-aspek tersebut telah sesuai?

Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, sebagai evaluasi selama tiga tahun ini, pemerintah perlu perhatikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cenderung didorong sektor-sektor yang relatif padat modal sehingga trickledown effect-nya terbatas. Oleh karena itu, pemerintah mesti berhati-hati dalam menggunakan data dan atau indikator agregat.


Di dalam masyarakat, menurut Eric, ada berbagai kelompok pendapatan, dan dampak dari kebijakan ekonomi bisa berbeda pada tiap kelompok pendapatan.

“Pada waktu menggunakan IPM, misalnya, harus dilihat per daerah. Demikian juga dalam melihat angka kemiskinan. Ada anggota masyarakat yang berada di dekat garis kemiskinan (ketika ekonomi sedikit membaik, mereka yang tadinya berada sedikit di bawah garis kemiskinan bisa naik menjadi tidak miskin),” ujarnya kepada KONTAN, Selasa (17/10).

Kemudian, menurut Eric, Indonesia juga masih memiliki masalah pengangguran. Namun, bukan berarti hanya unemployment saja yang jadi masalah, melainkan juga underemployment.

“Mereka yang bekerja juga harus dilihat perkembangan upah riilnya dan dibedakan berdasarkan kategori income-nya,” katanya

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro mengatakan bahwa pemerintah perlu membuka lebih banyak akses ke masyarakat miskin. Akses tersebut seperti kesempatan berusaha, akses pada finansial, dan lain-lain.

Pasalnya, kelompok yang paling miskin ini sempat terkendala adanya disbursement dari bansos yang agak terlambat dan dana desa yang walaupun dari pusat sudah didistribusikan ke daerah, tetapi belum terasa efeknya.

Adapun mereka yang tidak eligible atau layak untuk menerima bantuan sosial (bansos) juga terdampak dari segi daya belinya karena mereka tidak menerima bansos di saat ekonomi yang belum sepenuhnya baik.

“Supaya masyarakat yang paling bawah makin punya kesempatan menikmati kue yang lebih besar melalui bansos yang sudah dijalankan,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto