Tiket Konser, Rumah Hingga Detergen Masuk Radar Pungutan Cukai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan terus melakukan ekstenfikasi cukai.

Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Kemenkeu Iyan Rubianto mengatakan bahwa sudah ada lima produk yang sudah masuk dalam kajian pengenaan cukai.

Di antaranya adalah plastik, bahan bakar minyak (BBM), produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan, minuman bergula dalam kemasan (MBDK), serta shifting PPnBM Kendaraan Bermotor ke cukai.


Iyan mencontohkan, pengenaan cukai untuk produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan dikarenakan produk tersebut bisa memicu penyakit tidak menular (PTM), apabila konsumsinya tidak dibatasi.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Hati-hati Terapkan Pajak Karbon, Bisa Bebani Konsumen

Maklum, cukai tidak hanya berfungsi sebagai penghimpun penerimaan negara, namun juga menjadi instrumen fiskal dalam mengendalikan eksternalitas negatif.

"Bernatrium berarti ada program di Bappenas yang RPJMN itu GGL. Gula, garam dan lemak. Ini berkaitan dengan penyakit tidak menular. Lebih bahaya daripada penyakit yang menular, karena tanpa sadar bapak/ibu mengonsumsi setiap hari," ujar Iyan dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai, dikutip Selasa (23/7/2024)

Tidak hanya itu, Iyan juga menyampaikan sejumlah barang yang masuk dalam daftar pra-kajian untuk dijadikan sebagai objek cukai. Beberapa diantaranya adalah rumah, tiket pertunjukan hiburan seperti konser musik, fastfood (makan siap saji), hingga tissue.

"Rumah pernah kita ajukan, tapi isunya kalau rumah, rumah yang mana? Rumah yang mewah-mewah, rumah yang sering di-flexing, rumah (harga di atas) Rp 2 miliar. Kemarin isu Tompi, itu ribut juga," katanya.

Lebih lanjut, smartphone, MSG, batubara hingga detergen juga masuk dalam radar prakajian pengenaan cukai.

Baca Juga: Soal Rencana Ekstensifikasi Cukai, DJBC: Masih Usulan

Selain daftar prakajian tersebut, Iyan juga menyebut bahwa pengenaan cukai juga bisa menyasar kepada hobi-hobi orang kaya, termasuk olahraga golf.

"Itu salah satunya kemewahan itulah yang kita mungkin kita jadi basis untuk kita bisa mengenakan cukai. Dan itu sudah masuk, untuk keadilan kan dia masuk," ujar Iyan.

Asal tahu saja, objek barang kena cukai yang dimiliki Indonesia saat ini masih tiga, yakni etil akohol, minuman mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau (rokok) termasuk rokok elektrik dan vape.

Apabila dibandingkan dengan negara kawasan ASEAN, barang kena cukai di Indonesia masih jauh tertinggal. Sebut saja negara Thailand, Kamboja, Malaysia dan Vietnam. Bahkan, negara kawasan ASEAN juga telah memungut cukai terhadap jasa.

Baca Juga: Tak Hanya Plastik & MBDK, Produk BBM Hingga Snack Kemasan Masuk Kajian Pungutan Cukai

Merespons hal tersebut, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi.

Ia menjelaskan, pada dasarnya kriteria barang yang dikenakan cukai ialah barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. 

Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. 

Adapun terkait wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, Nirwala menjelaskan bahwa proses suatu barang yang akan ditetapkan menjadi barang kena cukai itu sangat panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat. 

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Pungutan Cukai MBDK Tidak Menyasar ke Warung-Warung

"Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," kata Nirwala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto