KONTAN.CO.ID - JAKARTA. TikTok, platform media sosial yang populer, kini menghadapi serangkaian tuntutan hukum yang menuduhnya gagal melindungi anak-anak dan remaja dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh aplikasinya. Pada bulan Oktober 2024, berbagai negara bagian di Amerika Serikat, termasuk New York, California, dan 11 negara bagian lainnya, serta Distrik Columbia, mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan induk TikTok, ByteDance. Tuduhan tersebut mencakup klaim bahwa TikTok menggunakan perangkat lunak yang dirancang untuk membuat anak-anak kecanduan konten, serta memanipulasi dan menyesatkan publik tentang efektivitas moderasi kontennya.
TikTok dengan tegas menolak tuduhan tersebut, menyatakan bahwa banyak dari klaim tersebut tidak akurat dan menyesatkan. ByteDance, perusahaan induk TikTok, juga sedang berjuang melawan legislasi yang berpotensi melarang aplikasi ini di Amerika Serikat.
Baca Juga: Ikuti Meta dan Youtube, Tiktok Blokir Akun Media Pemerintah Rusia Tuduhan Kecanduan Sosial Media dan Dampaknya
Tuntutan hukum yang diajukan oleh para jaksa agung negara bagian mengklaim bahwa TikTok sengaja menciptakan algoritma yang adiktif untuk memaksimalkan waktu yang dihabiskan pengguna di aplikasi, terutama anak-anak dan remaja. Hal ini dinilai sebagai bagian dari strategi TikTok untuk meningkatkan keuntungan perusahaan melalui iklan yang ditargetkan. Sebagai platform yang sangat populer di kalangan anak muda, TikTok dianggap memainkan peran besar dalam memengaruhi perilaku pengguna muda yang rentan. Jaksa Agung California, Rob Bonta, dalam pernyataannya menegaskan bahwa TikTok secara sengaja menargetkan anak-anak, mengetahui bahwa mereka belum memiliki kapasitas untuk membuat batasan yang sehat terhadap konten adiktif. Hal serupa juga disampaikan oleh Jaksa Agung New York, Letitia James, yang menyoroti dampak buruk TikTok terhadap kesehatan mental anak muda. Menurutnya, anak-anak sedang bergulat dengan masalah kesehatan mental yang diperburuk oleh platform sosial media seperti TikTok.
Eksploitasi Anak dan Pelanggaran Privasi
Selain tuduhan kecanduan media sosial, TikTok juga dituduh memfasilitasi eksploitasi seksual terhadap pengguna di bawah umur. Dalam tuntutan hukum yang diajukan di Washington, TikTok dikritik karena fitur live streaming dan mata uang virtualnya, yang dinilai "beroperasi seperti klub strip virtual tanpa batasan usia".
Baca Juga: TikTok Terancam Dilarang Pemerintah AS Jika Tak Segera Melakukan Divestasi Hal ini memperlihatkan celah besar dalam kebijakan privasi dan perlindungan anak yang diterapkan TikTok, di mana fitur-fitur ini bisa digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi pengguna muda. Tuntutan hukum ini semakin memperkuat pandangan bahwa TikTok adalah platform yang "berbahaya secara desain". Jaksa Agung Washington, DC, Brian Schwalb, mengungkapkan bahwa TikTok dengan sengaja membuat produknya adiktif untuk meningkatkan keterikatan pengguna, terutama anak-anak, demi keuntungan finansial perusahaan.
Respon TikTok dan Kontroversi Legislatif
Di tengah serangkaian tuntutan hukum ini, TikTok mempertahankan posisinya dengan mengklaim bahwa mereka telah menyediakan berbagai fitur keamanan, termasuk pembatasan waktu layar secara default serta pengaturan privasi khusus untuk pengguna di bawah usia 16 tahun. Meskipun demikian, langkah-langkah ini dinilai tidak cukup oleh para penggugat, yang menuduh perusahaan tersebut gagal melindungi anak-anak dari risiko yang lebih besar. Tidak hanya menghadapi tuntutan hukum dari negara bagian, TikTok juga tengah berada di bawah pengawasan ketat legislator federal AS. Beberapa legislator berpendapat bahwa aplikasi ini dapat memberikan akses kepada pemerintah Tiongkok terhadap data pengguna, serta mempengaruhi opini publik di Amerika Serikat melalui algoritmanya yang sangat populer. Gedung Putih bahkan telah mendukung undang-undang yang dapat melarang TikTok di AS.
Baca Juga: Youtube Gandeng Shopee Bentuk YouTube Shopping Saingi Tiktok Shop Namun, usulan pelarangan TikTok di Amerika Serikat menuai perdebatan sengit. Banyak dari 170 juta pengguna TikTok di AS, serta kelompok hak-hak sipil dan kebebasan digital, menyatakan bahwa pelarangan tersebut akan melanggar kebebasan berbicara. Koalisi kelompok-kelompok hak sipil, termasuk The Asian American Foundation dan The Hispanic Heritage Foundation, menganggap TikTok sebagai ruang digital modern yang memberikan suara kepada kelompok-kelompok yang sering diabaikan oleh media tradisional. Menurut mereka, TikTok memungkinkan komunitas yang beragam untuk berbagi suara mereka dengan khalayak yang lebih luas. American Civil Liberties Union (ACLU) juga mengkritik upaya untuk menutup TikTok, menyatakan bahwa politisi sedang berusaha menukar hak Amandemen Pertama warga negara AS demi keuntungan politik jangka pendek. Menurut ACLU, masyarakat memiliki hak untuk menggunakan TikTok sebagai platform untuk berbagi gagasan, opini, dan informasi dengan orang-orang di seluruh dunia.
Dampak yang Lebih Luas dan Masa Depan TikTok
Kasus ini menggambarkan tantangan yang dihadapi perusahaan teknologi dalam mengelola platform yang semakin menjadi pusat kehidupan digital, terutama bagi anak muda.
Baca Juga: Tiktok Dikabarkan Akan Caplok Travel Agen Online di Indonesia Seiring meningkatnya perhatian terhadap kesehatan mental dan keselamatan anak di era digital, tuntutan hukum terhadap TikTok dapat berdampak signifikan tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada industri media sosial secara keseluruhan. Di sisi lain, potensi pelarangan TikTok di Amerika Serikat juga memicu kekhawatiran tentang implikasi bagi kebebasan berbicara dan hak-hak digital. Konflik antara perlindungan anak dan kebebasan berekspresi menjadi salah satu isu utama dalam debat ini, di mana keseimbangan antara keduanya akan menentukan masa depan platform seperti TikTok di AS.
Editor: Handoyo .