KONTAN.CO.ID - JAKARTA. TikTok, aplikasi video pendek yang sangat populer, telah merekrut dua pengacara terkemuka untuk melawan pemerintah AS atas undang-undang kontroversial yang mengharuskan ByteDance, perusahaan induk TikTok yang berbasis di China, untuk melepaskan aset TikTok di Amerika Serikat atau menghadapi pelarangan total. Kasus ini akan disidangkan oleh Pengadilan Banding Amerika Serikat untuk Sirkuit D.C. pada 16 September mendatang.
Latar Belakang Hukum dan Pemain Utama
Andrew Pincus, pengacara dari firma hukum Mayer Brown, akan membela TikTok dan ByteDance dalam menghadapi undang-undang tersebut. Pincus adalah seorang pengacara yang memiliki pengalaman panjang dalam kasus di Mahkamah Agung, termasuk melawan berbagai tuntutan hukum kelas aksi.
Baca Juga: Simak Cara Membuat Konten dari Tempat Bersejarah di TikTok biar Menarik Penonton Selain itu, Jeffrey Fisher, seorang profesor hukum dari Stanford Law School, akan mewakili para kreator konten yang juga terlibat dalam perlawanan hukum ini. Fisher dikenal sebagai pengacara berpengalaman yang telah menangani banyak kasus terkait hak konstitusional dan hukum pidana di Mahkamah Agung, dengan catatan telah menangani 48 kasus. Di sisi pemerintah, Daniel Tenny, pengacara berpengalaman dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat, akan membela undang-undang tersebut. Tenny telah membela berbagai kasus besar di pengadilan banding federal yang melibatkan isu-isu sensitif seperti hak aborsi dan imigrasi. Selain itu, ByteDance dan TikTok juga didukung oleh tim hukum dari firma hukum Covington & Burling, termasuk Alexander Berengaut yang menjadi kepala tim pengacara yang mewakili perusahaan dalam litigasi ini. Di sisi para kreator konten, Ambika Kumar, pengacara di firma hukum Davis Wright Tremaine, juga turut serta membela mereka.
Baca Juga: Induk Usaha Tiktok Tengah Cari Pinjaman Perbankan US$ 9,5 Miliar Esensi Perdebatan Hukum: Ancaman Pelarangan atau Divestasi Aset
Undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden pada April 2024 mewajibkan ByteDance untuk menjual aset TikTok di Amerika Serikat paling lambat 19 Januari 2025. Jika tidak, TikTok terancam diblokir sepenuhnya di negara tersebut. Gedung Putih dan para pendukung undang-undang ini berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk menghadapi kepemilikan berbasis di China atas aplikasi yang digunakan oleh jutaan orang di AS, demi melindungi keamanan nasional Amerika. Namun, ByteDance dan TikTok menentang keras undang-undang ini, dengan menyatakan bahwa aturan tersebut adalah "penyimpangan radikal dari tradisi Amerika yang selama ini mendukung keterbukaan di internet."
Baca Juga: Trump Bakal Cabut Keringanan Pajak Kendaraan Listrik di AS ByteDance juga menyebut bahwa divestasi aset yang diminta oleh pemerintah AS secara teknologi, komersial, maupun hukum "tidak mungkin dilakukan."
Persiapan untuk Keputusan Mahkamah Agung
Kasus ini berpotensi menjadi salah satu kasus besar yang akan ditangani oleh Mahkamah Agung AS. TikTok dan Departemen Kehakiman telah meminta agar keputusan pengadilan diselesaikan pada 6 Desember 2024, sehingga memungkinkan Mahkamah Agung untuk mengambil keputusan akhir sebelum tanggal pelarangan diberlakukan. Pengadilan banding yang akan mendengarkan kasus ini terdiri dari tiga hakim sirkuit, yakni Sri Srinivasan, Neomi Rao, dan Douglas Ginsburg. Selain dari para pihak utama, pengadilan juga akan mendengarkan argumen dari pengacara yang mewakili organisasi nirlaba yang turut mengajukan gugatan terhadap undang-undang divestasi ini.
Editor: Handoyo .