Tim Delapan Temukan Kejanggalan pada Pengakuan Ary dan Antasari



JAKARTA. Setelah mengorek keterangan dari berbagai pihak hingga akhir pekan lalu, tim pencari fakta kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah atau biasa disebut Tim Delapan menemukan sejumlah kejanggalan.

Usai memeriksa Antasari Azhar, Anies Baswedan, anggota Tim Delapan, mengakui adanya kejanggalan atas testimoni dugaan suap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama ini, polisi menyebut temuan aliran duit ke pimpinan KPK berasal dari testimoni Antasari saat bertemu dengan Anggoro Widjojo di Singapura. Namun, menurut pengakuan Antasari, ia menemui Anggoro justru untuk menyelidiki dugaan suap.

Antasari mengaku telah merekam percakapan dengan Anggoro di Singapura, lantas polisi memintanya memberikan keterangan mengenai isi rekaman itu. "Yang menjadi pertanyaan kami adalah, apakah polisi yang memintanya membikin laporan, atau dia (Antasari) yang berinisiatif?" tutur Anies di kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Minggu (8/11).


Antasari menyatakan, dalam pertemuannya dengan Anggoro, tersangka kasus korupsi sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan itu tidak bisa menunjukkan bukti-bukti telah terjadi suap maupun pemerasan yang dilakukan oleh pejabat KPK. "Testimoni saya adalah testimoni Anggoro. Yang pertama kali menyebut KPK menerima suap adalah Anggoro," ujarnya.

Selain itu, masalah aliran dana ke sejumlah pimpinan KPK juga masih menjadi pertanyaan. Anies menegaskan bahwa paparan yang disajikan oleh penyidik Mabes Polri belum mengarah bahwa Chandra dan Bibit melakukan pemerasan.

Wajar saja Anies mempertanyakan penetapan status tersangka penggelapan oleh polisi terhadap Ary Muladi. Sebab, Ary juga menjadi saksi untuk masalah pemerasan. "Ada tidak janggal orang di republik ini menjadi saksi dan menjadi tersangka bersamaan? Bagaimana Anda bisa bersaksi dengan jujur apabila Anda juga tersangka?" urainya.

Kejanggalan lain juga menyangkut pengakuan Ary Muladi. Sabtu (7/11) lalu, ia membeberkan aliran dana dari Anggodo ke pimpinan KPK lewat seorang bernama Yulianto. Menurutnya, uang itu mengucur ke Ade Raharja (Deputi Penindakan KPK) guna diteruskan ke M. Jasin (Wakil Ketua KPK) Rp 1 miliar, Bibit (Wakil Ketua KPK) Rp 1,5 miliar, Bambang Widaryatmo (Direktur Penyidik KPK) sebesar Rp 1 miliar, dan Chandra sebesar Rp 1 miliar.

Tapi, Antasari bilang, soal penyerahan uang itu, Anggoro hanya menyebut nama Tony yang diduga nama lain Anggodo – adik Anggoro – dan Ary Muladi. "Tidak ada nama lain, apalagi Yulianto," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test