JAKARTA. Pemerintah dinilai gagal dalam merealisasikan target pembangunan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Semua asumsi makro ekonomi meleset. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan lima indikator pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, angka pengangguran, angka kemiskinan, dan ketimpangan ekonomi meleset. Hanya satu yang berhasil, yakni pengendalian inflasi. Sebab in-flasi akhir tahun ini rendah.
Tapi menurut sejumlah ekonom, rendahnya inflasi yang terjadi pada tahun ini bukan karena keberhasilan pemerintah menjaga harga barang dan jasa. Namun lebih disebabkan faktor eksternal, yaitu harga komoditas yang merosot di pasar internasional. "Jadi, tidak bisa diklaim keberhasilan pemerintah," ujar Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih, Selasa (29/12). Di tengah harga komoditas yang turun, harga minyak mentah yang saat ini menyentuh level US$ 30 per barel menyebabkan tren laju inflasi menukik turun. Inflasi rendah tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Di APBNP 2015, target inflasi tahun ini 5%. Realisasi inflasi sepanjang 2015, kata Lana, diperkirakan sekitar 2,8%-2,9%. Rendahnya inflasi juga akibat melemahnya daya beli masyarakat. Lemahnya daya beli membuat konsumsi rumah tangga turun. Kondisi ini akan membuat pertumbuhan ekonomi 2015 melemah. Dari target sebesar 5,5%, Lana memperkirakan, secara realistis pertumbuhan ekonomi RI di 2015 di level 4,72%. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 4,8%. Sementara inflasi sepanjang tahun ini 2,85%. Melesetnya target pertumbuhan ekonomi 2015 ini berdampak pada kenaikan pengangguran dan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada Agustus 2015, pengangguran terbuka tercatat sebanyak 7,56 juta orang atau 6,18% dari total angkatan kerja yang sebanyak 122,4 juta orang. Jumlah itu naik 5,94% dibandingkan periode sama 2014 yang sebanyak 7,24 juta orang. Target penurunan angka kemiskinan tahun ini menjadi 10,3% pun gagal. Sebab per Maret 2015 tingkat kemiskinan sudah mencapai 11,2%.
Kurs rupiah terhadap dollar AS pun jauh dari asumsi yang ditargetkan, yaitu di level Rp 12.500. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) hari Selasa (29/12), rupiah ada di posisi Rp 13.658 per dollar Amerika Serikat (AS). Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menambahkan, selain indikator fisik, pemerintah harus memasukkan indikator lain, yakni indeks pembangunan manusia atau human development index agar lebih utuh. Indikator tersebut misalnya tingkat kesehatan masyarakat, pendidikan, pendapatan per kapita, dan distribusi pendapatan. "Indikator seperti ini penting untuk menggambarkan keberhasilan pembangunan secara utuh," kata David. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan