JAKARTA.Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD membatalkan niatnya untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, Tim Investigasi dugaan makelar kasus di MK belum menemukan bukti kuat terkait dugaan praktek suap di lembaga tersebut. "Berdasarkan hasil investigasi, Tim sejauh ini tidak ada bukti keterlibatan hakim. Jadi pernyataan mundur saya tidak berlaku," katana saat konferensi pers, Kamis (9/12).Catatan saja, MK tengah diisukan terjadi kasus penyuapan hakim. Perkara berawal dari sebuah tulisan mantan staf ahli MK Refly Harun di media massa cetak nasional, dimana isinya menyiratkan bahwa ada praktek makelar kasus di MK dan melibatkan hakim konstitusi. Untuk membuktikan kabar tersebut, mereka membentuk Tim Investigasi Internal yang terdiri dari Refly Harun, Bambang Widjojanto, Adnan Buyung Nasution, Bambang Harymurti, dan Saldi Isra. Namun sampai batas waktu investigasi, tim tidak menemukan bukti awal yang kuat. "Tidak ditemukan bukti-bukti bahwa ada penyuapan terhadap hakim MK," ujar Mahfud. Padahal, Tim Investigasi sudah bekerja keras. Setidaknya, mereka menyelidiki tiga kasus sebagai bahan acuan invetigasi. Pertama, kasus pemilihan gubernur Papua. Dalam kasus ini Mahfud tidak menemukan titik sambung dengan Hakim MK. Pasalnya selama tahun 2010 tidak ada sengketa pilkada Gubernur Papua. "Ini tidak ada dan ini tidak terjangkau," jelasnya.Kasus yang kedua, terkait uang senilai Rp 1 miliar yang diakui Refly melihat sendiri dan bakal disampaikan ke Hakim MK dalam tulisannya. Setelah dilakukan pemeriksaan memang ditemukan fakta tersebut dimana uang tersebut berkait pemilihan Kepala Daerah Bupati Simalungun, Sumatera Utara. Saat itu Refly Harun sendiri bertindak selaku kuasa hukum calon bupati Simalungun. Nah, saat Refly meminta fee, calon Bupati meminta potongan harga. Alasanya, sejumlah dananya bakal diserahkan kepada Hakim MK. Rencananya, uang untuk hakim tersebut akan diserahkan melalui Purwanto, sopir calon bupati tersebut. "Tapi, Setelah pemeriksaan, sopirnya malah tidak tahu, berarti tidak terbukti katanya.Kemudian untuk kasus ketiga, tim menemukan ada salah satu Penitera Pengganti (PP) yang nakal. Panitera tersebut bernama Dirwan Mahfud yang menjanjikan dapat membantu dalam perkara Pemilu Kepala Daerah Bengkulu Selatan. Dirwan Mahfud pun diketahui menerima uang sampai Rp58 juta dan bahkan saat mendekati putusan telah menerima sertifikat tanah. "Tapi ternyata pada putusannya dikalahkan. Ini artinya PP tidak memiliki akses terhadap putusan. Hal semacam ini bukan hal baru dan sudah dibuktikan dengan melaporkan ke kepolisian," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tim investigasi tak dapat buktikan penyuapan, Ketua MK batal mundur
JAKARTA.Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD membatalkan niatnya untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sebab, Tim Investigasi dugaan makelar kasus di MK belum menemukan bukti kuat terkait dugaan praktek suap di lembaga tersebut. "Berdasarkan hasil investigasi, Tim sejauh ini tidak ada bukti keterlibatan hakim. Jadi pernyataan mundur saya tidak berlaku," katana saat konferensi pers, Kamis (9/12).Catatan saja, MK tengah diisukan terjadi kasus penyuapan hakim. Perkara berawal dari sebuah tulisan mantan staf ahli MK Refly Harun di media massa cetak nasional, dimana isinya menyiratkan bahwa ada praktek makelar kasus di MK dan melibatkan hakim konstitusi. Untuk membuktikan kabar tersebut, mereka membentuk Tim Investigasi Internal yang terdiri dari Refly Harun, Bambang Widjojanto, Adnan Buyung Nasution, Bambang Harymurti, dan Saldi Isra. Namun sampai batas waktu investigasi, tim tidak menemukan bukti awal yang kuat. "Tidak ditemukan bukti-bukti bahwa ada penyuapan terhadap hakim MK," ujar Mahfud. Padahal, Tim Investigasi sudah bekerja keras. Setidaknya, mereka menyelidiki tiga kasus sebagai bahan acuan invetigasi. Pertama, kasus pemilihan gubernur Papua. Dalam kasus ini Mahfud tidak menemukan titik sambung dengan Hakim MK. Pasalnya selama tahun 2010 tidak ada sengketa pilkada Gubernur Papua. "Ini tidak ada dan ini tidak terjangkau," jelasnya.Kasus yang kedua, terkait uang senilai Rp 1 miliar yang diakui Refly melihat sendiri dan bakal disampaikan ke Hakim MK dalam tulisannya. Setelah dilakukan pemeriksaan memang ditemukan fakta tersebut dimana uang tersebut berkait pemilihan Kepala Daerah Bupati Simalungun, Sumatera Utara. Saat itu Refly Harun sendiri bertindak selaku kuasa hukum calon bupati Simalungun. Nah, saat Refly meminta fee, calon Bupati meminta potongan harga. Alasanya, sejumlah dananya bakal diserahkan kepada Hakim MK. Rencananya, uang untuk hakim tersebut akan diserahkan melalui Purwanto, sopir calon bupati tersebut. "Tapi, Setelah pemeriksaan, sopirnya malah tidak tahu, berarti tidak terbukti katanya.Kemudian untuk kasus ketiga, tim menemukan ada salah satu Penitera Pengganti (PP) yang nakal. Panitera tersebut bernama Dirwan Mahfud yang menjanjikan dapat membantu dalam perkara Pemilu Kepala Daerah Bengkulu Selatan. Dirwan Mahfud pun diketahui menerima uang sampai Rp58 juta dan bahkan saat mendekati putusan telah menerima sertifikat tanah. "Tapi ternyata pada putusannya dikalahkan. Ini artinya PP tidak memiliki akses terhadap putusan. Hal semacam ini bukan hal baru dan sudah dibuktikan dengan melaporkan ke kepolisian," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News