JAKARTA. Tim Saksi Nasional Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Arif Wibowo menilai, pelaksanaan Pemilu Presiden yang ditandai dengan antusiasme rakyat telah dicederai dengan adanya pemungutan suara ulang (PSU) di banyak tempat. "Ironisnya, pemungutan suara ulang dibanyak tempat itu menurut kajian kami cacat hukum," kata Arif melalui siaran persnya, Sabtu (19/7). Arif menjelaskan, berdasarkan Undang- undang Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, apa yang direkomendasikan pemungutan suara ulang tersebut jelas tidak terpenuhi. Arif memaparkan prasyarat terjadinya pemungutan suara ulang diatur dalam Pasal 164 yang berbunyi: Pemungutan suara di TPS wajib diulang seketika itu juga apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas Pemilu Lapanga terbukti terdapat keadaan sebagai berikut: a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; b. petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan; dan/atau c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah. "Bahwa berdasarkan hasil kajian dan temuan atas fakta dan bukti yang terjadi di lapangan, maka kami menilai apa yang telah direkomendasikan oleh Bawaslu atau Panwaslu di berbagai wilayah, secara khusus Bawaslu Propinsi DKI Jakarta jelas dan atau nyata telah bertentangan dangan UU 42/ 2008 Pasal 164, di mana pemungutan suara ulang hanya dapat dilakukan atas temuan pelanggaran yang telah direkomendasikan oleh Panita Pengawas Lapangan (PPL) yang kemudian dibuat keputusan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan bukan atas aduan atau usulan dari tim kampanye," paparnya. "Oleh sebab itu, terutama PSU di 16 TPS yang direkemondasikan Bawaslu Propinsi DKI Jakarta tidak boleh dilaksanakan dan/atau dijalankan," tegas Wakil Ketua Komisi II DPR ini. Arif menilai, proses demokrasi secara tidak langsung telah dinodai dengan adanya pemungutan suara ulang dengan mekanisme yang tidak benar. Menurut dia, pilpres kali ini seharusnya bisa menghasilkan pemimpin yang baik, dari segi rekam jejak dan juga proses menuju kursi kekuasaan. "Pilpres hanya akan menghasilkan presiden dan wakil presiden yang baik, yang memang seusai dengan kehendak rakyat, jika berlangsung dengan sistem baik," jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tim Jokowi menilai coblos ulang cacat hukum
JAKARTA. Tim Saksi Nasional Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Arif Wibowo menilai, pelaksanaan Pemilu Presiden yang ditandai dengan antusiasme rakyat telah dicederai dengan adanya pemungutan suara ulang (PSU) di banyak tempat. "Ironisnya, pemungutan suara ulang dibanyak tempat itu menurut kajian kami cacat hukum," kata Arif melalui siaran persnya, Sabtu (19/7). Arif menjelaskan, berdasarkan Undang- undang Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, apa yang direkomendasikan pemungutan suara ulang tersebut jelas tidak terpenuhi. Arif memaparkan prasyarat terjadinya pemungutan suara ulang diatur dalam Pasal 164 yang berbunyi: Pemungutan suara di TPS wajib diulang seketika itu juga apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas Pemilu Lapanga terbukti terdapat keadaan sebagai berikut: a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; b. petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan; dan/atau c. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah. "Bahwa berdasarkan hasil kajian dan temuan atas fakta dan bukti yang terjadi di lapangan, maka kami menilai apa yang telah direkomendasikan oleh Bawaslu atau Panwaslu di berbagai wilayah, secara khusus Bawaslu Propinsi DKI Jakarta jelas dan atau nyata telah bertentangan dangan UU 42/ 2008 Pasal 164, di mana pemungutan suara ulang hanya dapat dilakukan atas temuan pelanggaran yang telah direkomendasikan oleh Panita Pengawas Lapangan (PPL) yang kemudian dibuat keputusan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan bukan atas aduan atau usulan dari tim kampanye," paparnya. "Oleh sebab itu, terutama PSU di 16 TPS yang direkemondasikan Bawaslu Propinsi DKI Jakarta tidak boleh dilaksanakan dan/atau dijalankan," tegas Wakil Ketua Komisi II DPR ini. Arif menilai, proses demokrasi secara tidak langsung telah dinodai dengan adanya pemungutan suara ulang dengan mekanisme yang tidak benar. Menurut dia, pilpres kali ini seharusnya bisa menghasilkan pemimpin yang baik, dari segi rekam jejak dan juga proses menuju kursi kekuasaan. "Pilpres hanya akan menghasilkan presiden dan wakil presiden yang baik, yang memang seusai dengan kehendak rakyat, jika berlangsung dengan sistem baik," jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News