JAKARTA. Badan penyelesaian sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization akhirnya menyetujui pembentukan tim panel yang akan menyelesaikan sengketa mengenai rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat. “Pada 14 September 2010 lalu sudah ditetapkan 3 orang sebagai anggota panel,” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam konferensi pers yang digelar di Kementerian Perdagangan, Selasa (21/9).Anggota tim panel tersebut adalah Mr. Ronal Soborio dari Costa Rica sebagai ketua, serta Mr. Ichiro Araki dari Jepang dan Mr Hugo Cayrius dari Uruguay sebagai anggota. Tim panel tersebut nantinya bertugas untuk melakukan verifikasi terhadap keberatan Indonesia atas keputusan Amerika Serikat yang melarang beredarnya rokok kretek di AS akhir 2009 lalu.Selain anggota panel, kasus ini juga mendapatkan perhatian dari 8 perwakilan negara yang menjadi pihak ketiga. Perwakilan tersebut terdiri dari; Brazil, Kolombia, Republik Dominika, Uni Eropa, Guatemala, Meksiko, Norwegia dan Turki.Keputusan AS melarang rokok kretek menurut pihak Indonesia telah melanggar ketentuan WTO soal deskriminasi. Disisi lain, rokok sejenis seperti rokok menthol diperbolehkan beredar, padahal Indonesia menilai kedua jenis rokok tersebut masih masih dalam kategori sejenis.“Ini masalah prinsip, telah terjadi deskriminasi. Kebijakan tersebut tidak melarang beredarnya rokok menthol yang juga termasuk sebagai rokok yang beraroma, sementara rokok kretek beraroma cengkeh dilarang,” tegas Mari. Menurut Mari, sengketa rokok yang sekarang berada di tangan DSB tersebut sudah melewati prosedur dan merupakan langkah terakhir sesuai ketentuan WTO.“Indonesia sudah menyampaikan keberatan sebelumnya dalam pertemuan bilateral dari tingkat senior official sampai ditingkat Menteri baik formal maupun non formal lebih dari 4 tahun lamanya,” jelas mantan pengamat ekonomi itu. Sebagai anggota WTO, maka AS menurut Mari harus tunduk pada aturan WTO yang tertuang dalam Agreement Barriers to Trade dan GATT 1994, untuk tidak melakukan diskriminasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tim panel rokok WTO terbentuk
JAKARTA. Badan penyelesaian sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization akhirnya menyetujui pembentukan tim panel yang akan menyelesaikan sengketa mengenai rokok kretek antara Indonesia dan Amerika Serikat. “Pada 14 September 2010 lalu sudah ditetapkan 3 orang sebagai anggota panel,” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam konferensi pers yang digelar di Kementerian Perdagangan, Selasa (21/9).Anggota tim panel tersebut adalah Mr. Ronal Soborio dari Costa Rica sebagai ketua, serta Mr. Ichiro Araki dari Jepang dan Mr Hugo Cayrius dari Uruguay sebagai anggota. Tim panel tersebut nantinya bertugas untuk melakukan verifikasi terhadap keberatan Indonesia atas keputusan Amerika Serikat yang melarang beredarnya rokok kretek di AS akhir 2009 lalu.Selain anggota panel, kasus ini juga mendapatkan perhatian dari 8 perwakilan negara yang menjadi pihak ketiga. Perwakilan tersebut terdiri dari; Brazil, Kolombia, Republik Dominika, Uni Eropa, Guatemala, Meksiko, Norwegia dan Turki.Keputusan AS melarang rokok kretek menurut pihak Indonesia telah melanggar ketentuan WTO soal deskriminasi. Disisi lain, rokok sejenis seperti rokok menthol diperbolehkan beredar, padahal Indonesia menilai kedua jenis rokok tersebut masih masih dalam kategori sejenis.“Ini masalah prinsip, telah terjadi deskriminasi. Kebijakan tersebut tidak melarang beredarnya rokok menthol yang juga termasuk sebagai rokok yang beraroma, sementara rokok kretek beraroma cengkeh dilarang,” tegas Mari. Menurut Mari, sengketa rokok yang sekarang berada di tangan DSB tersebut sudah melewati prosedur dan merupakan langkah terakhir sesuai ketentuan WTO.“Indonesia sudah menyampaikan keberatan sebelumnya dalam pertemuan bilateral dari tingkat senior official sampai ditingkat Menteri baik formal maupun non formal lebih dari 4 tahun lamanya,” jelas mantan pengamat ekonomi itu. Sebagai anggota WTO, maka AS menurut Mari harus tunduk pada aturan WTO yang tertuang dalam Agreement Barriers to Trade dan GATT 1994, untuk tidak melakukan diskriminasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News