KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengaku terus memburu para buronan koruptor kelas kakap yang merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Moh. Mahfud MD menyatakan, pemerintah akan mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor untuk mengejar buronan pelaku kasus korupsi yang lari ke luar negeri. Tim Pemburu Koruptor ini nantinya akan beranggotakan beberapa wakil kementerian dan lembaga. "Anggotanya pimpinan Polri, pimpinan Kejagung, pimpinan KemkumHAM, nanti dikoordinir dari kantor Kemenkopolhukam," ujar Mahfud, Rabu (8/7).
Menurut Mahfud, pemerintah sebelumnya Indonesia telah dimiliki tim tersebut. Yakni Tim Pemburu Koruptor pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Instruksi Presiden. Tapi Inrpres tersebut hanya berlaku satu tahun. Untuk itu, dalam rangka menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor itu, pemerintah akan memperpanjang Inpres tersebut terlebih dahulu sebagai dasar hukum. "Kemko Polhukam sudah punya instrumennya dan kalau itu diperpanjang langsung
nyantol ke Inpres," katanya. Tim Pemburu Koruptor ini menjadi bukti keseriusan pemerintah mengejar pelaku pelaku kejahatan yang merugikan negara demi mendapatkan kembali aset atau uang negara yang hilang. Salah satu target utama pemerintah saat ini adalah menangkap Djoko Tjandra, terpidana kasus korupsi
cessie Bank Bali yang kabur dan jadi buronan lebih dari 11 tahun. Rabu (8/7), Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengumumkan ekstradisi Maria Pauline Lumowa. Maria adalah buronan yang telah kabur 17 tahun lalu pada kasus pembobolan Bank BNI sebesar Rp 1,7 triliun, melalui modus
letter of credit /LC fiktif US$ 136 juta dan € 56 juta. Masih banyak PR Manajer Penelitian dan Advokasi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suryatmiko mengingatkan, pemerintah bahwa masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan untuk meringkus buron pada kasus-kasus lainnya. Wawan bilang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung harus mengambil langkah untuk meringkus buron-buron kelas kakap yang lainnya. Menurutnya, regulasi seharusnya bukan menjadi kendala bagi pemerintah Indonesia dalam meringkus buron kelas kakap yang kabur ke luar negeri. Hal ini terbukti ketika KPK dapat meringkus Nazaruddin di Kolombia. Padahal Indonesia tidak memiliki perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Kolombia.
Selain itu, TII menyoroti
political will KPK maupun Kejaksaan Agung terkait buron yang belum ditangkap hingga saat ini. "Lagi-lagi itu bicara mengenai
political will, kemauan politik itu ada enggak sih," ucap Wawan. Koordinator Advokasi Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta penegak hukum lebih serius mengejar buronan korupsi ini. Pasalnya, harta atau aset mereka penting untuk mengganti kerugian negara atas perbuatan mereka. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Fahriyadi .