Timah membidik kenaikan produksi hilir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) tahun ini menargetkan pertumbuhan produksi hilir pertimahan melalui tin chemical dan tin solder sebesar 20%. Pertumbuhan itu lantaran adanya kerjasama dengan Yunnan Tin Group (Holding) Company Limited.

Direktur Utama TINS, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani menyatakan, untuk tahun 2018 ini produksi tin chemical dan tin solder TINS ditargetkan mencapai 6.000 ton. Itu artinya naik 20% dibandingkan dengan tahun 2017 yang hanya 5.000 ton.

"Dengan kerjasama bersama Yunnan Tin Group. Akhirnya bisa membuka akses pemasaran secara global. Tahun ini produksi hilir kita meningkat 6.000 ton," terangnya usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Senin (16/4).


Riza menerka dengan meningkatkan bisnis dari hilir pertimahan itu akan mampu berkontribusi ke pendapatan TINS tahun ini sebanyak 50%. Adapun ditargetkan pendapatan TINS tahun ini mencapai Rp 10,14 triliun hingga Rp 10,32 triliun. "Produk hilir tersebut mendorong sekali penjualan kami. Karena partner kami sangat berpengalaman sekali. Yang akhirnya bisa membuka akses pemasaran," ungkapnya.

Selain dengan Yunnan, TINS juga tengah membidik kerjasama eksplorasi timah di Nigeria dengan perusahaan Topwide Ventures Limited. Riza menjelaskan, saat ini rencana kerjasama itu sudah memasuki tahan Feasibility Study (FS). Ditargetkan untuk eksplorasi timah bisa menghasilkan sekitar 5.000 ton. "Semoga dalam waktu dekat kami sudah bisa start di sana. Karena di sana potensi besar sekali," jelasnya tanpa mau memberitahu kapan persisnya kerjasama itu berlangsung.

Tahun ini, TINS menargetkan penjualan timah dan produk turunannya naik 22% dibanding tahun 2017 lalu. Sementara untuk realisasi penjualan pada tahun lalu sebesar 29.914 ton.

Ekspor berhenti

Sementara itu, sejak Maret 2018 kegiatan ekspor PT Timah Tbk (TINS) terhenti lantaran aturan yang berbeda antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam Permendag No 33/2015 menyebutkan ekspor timah harus mendapat persetujuan ekspor dari Kementerian ESDM.

Sementara dalam Permen ESDM No 11/2018 menyebut menghapus rekomendasi ekspor dari Dirjen Mineral dan Batubara. Artinya ekspor bisa dilakukan tanpa persetujuan Kementerian ESDM dan bisa langsung mengajukan izin ekspor ke Kemdag.

Direktur Keuangan TINS, Emil Erminda menyatakan bahwa aturan tersebut diberlakukan tanpa ada masa transisi sehingga kegiatan ekspor timah milik TINS berhenti sejak jatuh temponya izin ekspor pada 6 Maret 2018. "Karena ekspor berkaitan dengan single window. Karena ada perubahan jadi terhambat," terangnya. Ekspor yang terhenti untuk pengiriman Maret-April. Soal angkanya Emil tak bersedia mengungkap.

Dengan begitu ia berharap Kemdag segera mengubah aturannya, sehingga kebijakan satu pintu bisa jalan bareng bea cukai, Dirjen Pajak serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Karena tidak ada masa transisi. Kementerian ESDM menganggap sudah bisa terlaksana, sementara Kemdag merasa masih pakai izin yang lain," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi