Timah (TINS) tengah mengembangkan teknologi smelter untuk timah kadar rendah



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Timah Tbk saat ini tengah mengembangkan teknologi untuk memproduksi timah berkadar rendah yaitu Sn di bawah 65%. Sementara untuk smelter perusahaan saat ini belum bisa mengolah timah kadar rendah.

Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra mengatakan teknologi processing yang digunakan di kedua smelter milik PT Timah sekarang ini bersifat konvensional dan hanya optimal untuk memproses bijih timah dengan kadar Sn minimal 70%.

“Teknologi smelter saat ini tidak efektif bila digunakan untuk bijih timah kadar rendah, bahkan apabila kadarnya terlalu rendah tidak akan efektif menghasilkan logam timah atau hanya membeku menjadi kerak logam di tanur,” jelasnya pada Kontan, Selasa (15/1).


Sebagai informasi, emiten berkode saham TINS ini memiliki 2 smelter yang berlokasi Kota Mentok, Kabulaten Bangka Barat dengan kapasitas produksi total 42.000 metrik ton per tahun dan smelter yang berlokasi di Pulau Kundur mempunyai kapasitas produksi 12.000 metrik ton.

Emil memaparkan peningkatan kapasitas proses produksi logam timah yang berlokasi di Mentok dilakukan dengan tiga cara, pertama dengan menambah jumlah tanur yang beroperasi. Saat ini jumlah tanur yang beropersai sebanyak 3 tanur dan bakal ditambah menjadi 4 hingga 5 tanur.

“Kedua, kita menerapakan sistem fuming dengan kapasitas produksi 8.500 ton per tahun untuk dapat memproses terak timah yang dihasilkan dari residu proses konvensional. Sistem fuming ini akan mulai di pertengah tahun ini,” ujarnya.

Selain itu, untuk meningkatan kapasitas produksi, sambung Emil, mereka juga tengah mempersiapkan membangun smelter ausmelt agar mampu memproses bijih timah kadar rendah dengan kapasitas produksi 35.000 ton per tahun.

Pada tahun ini, TINS mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 2,58 triliun, yang mana sebesar Rp 565 miliar dialokasikan untuk anak perusahaan, dan sisanya untuk PT Timah Tbk.

Sementara itu, untuk meningkatkan produksi logam mereka harus mengucurkan dana sebesar Rp 635 miliar untuk optimalisasi dan pemeliharaan alat produksi yang ada, selanjutnya untuk pengembangan teknologi untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka butuh dana Rp 823 miliar. “Selanjutnya untuk sarana penunjang produksi Rp 243 miliar,” imbuhnya.

Selain menambah kapasitas produksi, pada tahun ini TINS juga semakin gencar untuk menambah cadangan timah di luar negeri. Selain Nigeria dan Myanmar, kata Emil, TINS juga kini tengah melakukan penelitian untuk beberapa negara yan berpotensi menambah cadangan.

“Negara di sekitar Nigeria dan Amerika Latin sebenarnya juga berpotensi menghasilkan timah. Namun hal ini masih dalam tahap penelitian dan belum kami putuskan,” paparnya.

Untuk tambang timah yang berada di Nigeria kini sudah mulai proses pembangunan smelter. “Untuk Myanmar dalam tahapan pendalaman dan penjajakan beberapa prospek kerja sama,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini