JAKARTA. Belum genap seminggu pemerintah menaikkan harga BBM, kebijakan ini telah memukul bahkan mengancam kelangsungan pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM). Selain itu, pemerintah kembali membebani UKM dengan pajak untuk yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun dengan besaran pajak 1% dari omzet bulanan dan efektif diberlakukan per 1 Juli 2013. Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesi (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang secara tegas menolak pemberlakuan tersebut. Alasannnya waktu pemberlakuannya kurang tepat karena tahun ini UKM sudah jatuh bangun dan terancam kelangsungan usahanya akibat kebijakan pemerintah yang sama sekali tidak memikirkan kelangsungan dan nasib UKM. "Mulai dari upah (UMP), kenaikan tarif listrik (TDL), kenaikan BBM, belum sempat bernafas sudah membebani pajak, dimana sebenarnya hati nurani pemerintah terhadap kelansungan UKM di Indonesia," ujar Sarman dalam rilisnya yang diterima Kontan, Kamis (27/6). Menurutnya UKM di Indonesia ini seperti anak tiri yang kurang ada pembinaan dan pemberdayaan dan dukungan yang maksimal dari pemerintah. Disisi lain pemerintah mengakui bahwa UKM memiliki kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dan menyerap puluhan juta tenaga kerja. Kalau hanya karena melihat bahwa 60% produk domestik bruto Indonesia disumbang oleh sektor UKM sedangkan sumbangan pajaknya baru 0,5 persen, maka UKM layak dikenakan pajak, menurutnya hal ini kurang tepat. "Karena sekitar 60% PDB tesebut bersumber dari hampir 56 juta pelaku UKM," tandasnya. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta itu juga meminta kepada Menteri Keuangan agar menunda pemberlakuan pajak tersebut sampai UKM kita kondisi usahanya normal kembali. Sarman bilang sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja cukup besar, yakni 107.657.509 orang dari keseluruhan angkatan kerja sebesar 110.808.154 orang. Selain itu, sumbangan terhadap PDB sebesar Rp.4.869 triliun sedangkan usaha besar hanya Rp.3.372 triliun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Timing pengenaan pajak UKM tak tepat
JAKARTA. Belum genap seminggu pemerintah menaikkan harga BBM, kebijakan ini telah memukul bahkan mengancam kelangsungan pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM). Selain itu, pemerintah kembali membebani UKM dengan pajak untuk yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun dengan besaran pajak 1% dari omzet bulanan dan efektif diberlakukan per 1 Juli 2013. Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesi (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang secara tegas menolak pemberlakuan tersebut. Alasannnya waktu pemberlakuannya kurang tepat karena tahun ini UKM sudah jatuh bangun dan terancam kelangsungan usahanya akibat kebijakan pemerintah yang sama sekali tidak memikirkan kelangsungan dan nasib UKM. "Mulai dari upah (UMP), kenaikan tarif listrik (TDL), kenaikan BBM, belum sempat bernafas sudah membebani pajak, dimana sebenarnya hati nurani pemerintah terhadap kelansungan UKM di Indonesia," ujar Sarman dalam rilisnya yang diterima Kontan, Kamis (27/6). Menurutnya UKM di Indonesia ini seperti anak tiri yang kurang ada pembinaan dan pemberdayaan dan dukungan yang maksimal dari pemerintah. Disisi lain pemerintah mengakui bahwa UKM memiliki kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dan menyerap puluhan juta tenaga kerja. Kalau hanya karena melihat bahwa 60% produk domestik bruto Indonesia disumbang oleh sektor UKM sedangkan sumbangan pajaknya baru 0,5 persen, maka UKM layak dikenakan pajak, menurutnya hal ini kurang tepat. "Karena sekitar 60% PDB tesebut bersumber dari hampir 56 juta pelaku UKM," tandasnya. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta itu juga meminta kepada Menteri Keuangan agar menunda pemberlakuan pajak tersebut sampai UKM kita kondisi usahanya normal kembali. Sarman bilang sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja cukup besar, yakni 107.657.509 orang dari keseluruhan angkatan kerja sebesar 110.808.154 orang. Selain itu, sumbangan terhadap PDB sebesar Rp.4.869 triliun sedangkan usaha besar hanya Rp.3.372 triliun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News