KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Situasi geopolitik di Timur Tengah semakin memanas, pasca Iran mengirimkan ratusan rudal dan pesawat tak berawak ke Israel pada Sabtu malam (13/4). Konflik memanas kedua negara tersebut tentunya akan berimbas pada perekonomian global yang masih rapuh. Berbagai pihak pun khawatir ketegangan tersebut akan berdampak pada perekonomian banyak negata, termasuk juga Indonesia. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai serangan Iran kepada Israel mempunyai 5 dampak yang serius bagi perekonomian Indonesia.
Pertama, memicu lonjakan harga minyak mentah Indonesia ke US$ 85,6 per barrel atau meningkat 4,4%
year on year. Sebagai negara penghasil minyak ketujuh terbesar di dunia, produksi dan distribusi minyak Iran bisa terpengaruh dan menyebabkan harga minyak global melonjak tajam.
Baca Juga: IMF Pertahankan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5% di 2024 dan 5,1% di 2025 Harga minyak global yang melonjak tersebut akan berimbas ke Indonesia dan menyebabkan pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam. “Bagi APBN artinya ada kemungkinan penambahan belanja subsidi energi tahun ini atau dikhawatirkan BBM subsidi akan disesuaikan harga dan kuotanya,” tutur Bhima kepada Kontan, Rabu (17/4). Di samping itu, Bhima menilai naiknya harga minyak ini belum tentu akan menguntungkan penerimaan negara, karena berbagai komoditas lain seperti batubara justru harganya anjlok. Kedua, konflik yang memanas ini akan menyebabkan keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik. Di sisi lain, investor juga akan mencari aset yang aman baik dari emas dan dolar AS, sehingga rupiah bisa melemah hingga Rp 17.000 per dolar AS. Ketiga, kinerja ekspor Indonesia ke timur tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu, sehingga bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI bisa terperosok menjadi 4,6% hingga 4,8%, jauh dari target pemerintah sebesar 5%. Keempat, konflik tersebut akan menimbulkan dorongan inflasi karena naiknya harga energi. Meningkatnya inflasi tersebut akan membuat tekanan daya beli masyarakat bisa semakin besar. Di samping itu. rantai pasok global yang terganggu perang membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain. Hal ini akan menyebabkan biaya produksi menjadi naik dan akan diteruskan ke konsumen, sehingga harga-harga akan menjadi mahal.
Baca Juga: Moody’s Proyeksikan Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi RI Sebesar 5% pada 2024-2025 Kelima, suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama bahkan ada risiko suku bunga naik. Bhima memprediksi Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan Maret untuk mengendalikan nilai tukar rupiah. “Bagi masyarakat yang mau membeli kendaraan bermotor hingga rumah lewat skema kredit siap siap bunganya akan lebih mahal,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi