JAKARTA. Tim Khusus TKI DPR kecewa dengan kebijakan Amnesty 6P (pendaftaran-pengampunan-pemutihan-pemantauan-penguatkuasaan dan pengusiran) Malaysia atas pendataan ulang para Pendatang Asing Tanpa izin (PATI). Wakil Kordinator Timsus TKI, Eva Sundari, menyatakan pendataan itu bisa berujung pada pengusiran Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia apabila TKI tidak bisa menunjukkan penjaminnya baik majikan atau pun perusahaan outsourcing alias TKI tidak ada pengakuan legal pekerjaannya oleh majikan atau perusahaan. Atau, kata Politisi PDI perjuangan itu, TKI yang ingin bertahan di Malaysia harus mau "sewa bendera". Maksudnya, TKI harus membayar uang senilai Rp 8 juta sampai Rp 10 juta untuk mendapat tempat bernaung atau pengakuan dari perusahaan, outsourcing selama masa registrasi kebijakan pendataan berlangsung. “Kebijakan itu menyebabkan praktek sewa bendera yang memberatkan TKI. Para TKI sewa bendera ini diminta membayar ongkos pemutihan sebesar RM 3,600-RM 4,000. Nasib lebih mengenaskan adalah TKI yang tidak punya majikan dikenakan biaya Rp 8 juta-Rp 10 juta untuk sewa bendera. Kebijakan internal mereka (Malaysia) memang dibuat tidak menguntungkan TKI, begitu ada TKI yang dianggap ilegal maka bisa diperas dan dimanfaatkan,” ujar Eva ketika konferensi pers, Kamis (4/8). Ia pun bilang kalau Malaysia mencatat ada sekitar 2,2 juta PATI yang akan mendapatkan Amnesty 6P. Di mana dari jumlah 2,2 juta PATI itu 70%-nya merupakan tenaga kerja Indonesia (TKI). Pelaksanaan kebijakan Amnesty 6P atau pendataan ulang PATI itu akan dimulai tanggal 1-21 Agustus 2011. Tidak hanya itu, Tim Khusus TKI pun menyatakan keprihatinannya karena adanya pemutihan tersebut dilakukan oleh pemerintah Malaysia setiap menjelang Pemilu di Malaysia. Alhasil, anggota Komisi III berpikiran Amnesty 6P pemerintah Malaysia tersebut mengandung aspek politis dan ekonomi. “Amnesty pasti dilaksanakan menjelang pemilu, kita terpikir ini pasti aspek politik pemerintah Malaysia. Ada tekanan politik dari pemerintah sana. Bahkan, ada juga tuduhan pemutihan dipakai untuk media fundraising dari beberapa partai di sana," jelasnya. Padahal menurut Eva keberadaan TKI di Malaysia telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian negeri Jiran itu, terutama di sektor perkebunan atau perladangan serta konstruksi. “Sepatutnya itu dijadikan pertimbangan mengingat saling ketergantungan di antara dua perekonomian. Perlu ada kerjasama antar parlemen maupun pemerintah 2 negara demi terciptanya hubungan ekonomi yang adil yang tidak berdampak pada hubungan politik yang stabil dan kuat,” tutupnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Timus TKI DPR kecewa dengan Kebijakan Amnesty 6 P Malaysia
JAKARTA. Tim Khusus TKI DPR kecewa dengan kebijakan Amnesty 6P (pendaftaran-pengampunan-pemutihan-pemantauan-penguatkuasaan dan pengusiran) Malaysia atas pendataan ulang para Pendatang Asing Tanpa izin (PATI). Wakil Kordinator Timsus TKI, Eva Sundari, menyatakan pendataan itu bisa berujung pada pengusiran Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia apabila TKI tidak bisa menunjukkan penjaminnya baik majikan atau pun perusahaan outsourcing alias TKI tidak ada pengakuan legal pekerjaannya oleh majikan atau perusahaan. Atau, kata Politisi PDI perjuangan itu, TKI yang ingin bertahan di Malaysia harus mau "sewa bendera". Maksudnya, TKI harus membayar uang senilai Rp 8 juta sampai Rp 10 juta untuk mendapat tempat bernaung atau pengakuan dari perusahaan, outsourcing selama masa registrasi kebijakan pendataan berlangsung. “Kebijakan itu menyebabkan praktek sewa bendera yang memberatkan TKI. Para TKI sewa bendera ini diminta membayar ongkos pemutihan sebesar RM 3,600-RM 4,000. Nasib lebih mengenaskan adalah TKI yang tidak punya majikan dikenakan biaya Rp 8 juta-Rp 10 juta untuk sewa bendera. Kebijakan internal mereka (Malaysia) memang dibuat tidak menguntungkan TKI, begitu ada TKI yang dianggap ilegal maka bisa diperas dan dimanfaatkan,” ujar Eva ketika konferensi pers, Kamis (4/8). Ia pun bilang kalau Malaysia mencatat ada sekitar 2,2 juta PATI yang akan mendapatkan Amnesty 6P. Di mana dari jumlah 2,2 juta PATI itu 70%-nya merupakan tenaga kerja Indonesia (TKI). Pelaksanaan kebijakan Amnesty 6P atau pendataan ulang PATI itu akan dimulai tanggal 1-21 Agustus 2011. Tidak hanya itu, Tim Khusus TKI pun menyatakan keprihatinannya karena adanya pemutihan tersebut dilakukan oleh pemerintah Malaysia setiap menjelang Pemilu di Malaysia. Alhasil, anggota Komisi III berpikiran Amnesty 6P pemerintah Malaysia tersebut mengandung aspek politis dan ekonomi. “Amnesty pasti dilaksanakan menjelang pemilu, kita terpikir ini pasti aspek politik pemerintah Malaysia. Ada tekanan politik dari pemerintah sana. Bahkan, ada juga tuduhan pemutihan dipakai untuk media fundraising dari beberapa partai di sana," jelasnya. Padahal menurut Eva keberadaan TKI di Malaysia telah berkontribusi signifikan terhadap perekonomian negeri Jiran itu, terutama di sektor perkebunan atau perladangan serta konstruksi. “Sepatutnya itu dijadikan pertimbangan mengingat saling ketergantungan di antara dua perekonomian. Perlu ada kerjasama antar parlemen maupun pemerintah 2 negara demi terciptanya hubungan ekonomi yang adil yang tidak berdampak pada hubungan politik yang stabil dan kuat,” tutupnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News