Tinggikah prospek emiten menara?



JAKARTA. Kebutuhan  jaringan telekomunikasi yang kian tinggi membuat prospek bisnis penyewaan menara telekomunikasi semakin menjulang. Apalagi, penetrasi internet di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia, menyebabkan potensi pembukaan jaringan masih terbuka lebar.Analis Mandiri Sekuritas, Ariyanto Kurniawan dalam risetnya, 8 Mei 2014, menyebutkan, rasio penetrasi internet di Indonesia baru 22%. Bandingkan dengan negara tetangga yang rata-rata mencapai 30%.Emiten menara telekomunikasi bisa mengambil peluang ini untuk menambah jumlah menara 3G. Sejumlah emiten yang bermain di sektor ini adalah PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR), PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST), dan PT Bali Towerindo Tbk (BALI).Permintaan layanan data dari telepon genggam pada periode 2010 hingga 2012, dalam catatan Ariyanto, tumbuh rata-rata 18% per tahun. Sedangkan, pelanggan telepon genggam bisa meningkat 6% secara compound annual growth rate (CAGR) menjadi 357 juta pada tahun 2016, didorong pertumbuhan yang kuat pada layanan data.Analis menilai, kontribusi pendapatan dari layanan data PT Indosat Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) meningkat dari 10% di 2010, menjadi 20% di 2014. Ini peluang bagi emiten menara.Emiten sektor ini terkenal dengan arus kas kuat dan marginnya yang tinggi. Earning before interests, taxes, depreciations and amotizasions (EBITDA) emiten menara  telekomunikasi di atas 80%.Emiten menara, seperti TBIG dan TOWR, juga mampu meningkatkan penyewaan menara masing-masing 71% dan 29% sepanjang 2008-2013.Analis Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya bilang, kondisi geografis Indonesia menyebabkan emiten telekomunikasi kurang tertarik mengembangkan jaringan lewat kabel optik yang ditanam dalam tanah. Mereka lebih memilih menyewa menara telekomunikasi untuk memperluas jaringan. Itu sebabnya, bisnis menara telekomunikasi berkembang.

Ariyanto memperkirakan, unit base transceiver system (BTS) di Indonesia bakal tumbuh sebanyak 15.000 unit saban tahun. Jumlahnya kian meningkat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode 2010-2011 yang sebanyak 10.000 hingga 12.000 unit per tahun.Hanya saja, menara telekomunikasi juga memiliki batas kapasitas maksimal. Sehingga, operator telepon perlu mencari menara baru ketika sebuah menara sudah mencapai batas maksimal pemakaian.Tak heran, bisnis sewa menara kian menggiurkan. "Kontrak sewa biasanya disepakati dalam jangka panjang, lebih dari 10 tahun," terang William. Kontrak umumnya selalu diperpanjang, mengingat kebutuhan jaringan yang kian bertambah. Hal ini tentu saja merupakan pendapatan berulang yang stabil dalam kurun waktu lama bagi emiten yang menggeluti bisnis sewa menara ini.Cuma, Ariyanto bilang, bisnis menara bukannya sama sekali tidak berisiko. Salah satu risiko yang dihadapi pengelola bisnis ini adalah jika terjadi penggabungan usaha antara perusahaan telekomunikasi.Semisal, merger PT XL Axiata Tbk (EXCL) dengan PT Axis Telekom Indonesia (AXIS). Akibat aksi ini, terjadi sinergi penetrasi diantara kedua perusahaan, tanpa harus menambah atau menyewa menara.Ke depan, Ariyanto melihat ada kemungkinan emiten sektor menara memperbesar bisnis lewat akuisisi perusahaan menara lain. Terlebih, kalau permintaan membesar.William menilai, persaingan bisnis menara tidak terlampau ketat. Tahun ini, ia memprediksi, pendapatan emiten sektor menara akan tumbuh sekitar 30%. Sedangkan, Reza menduga, pendapatan dan laba bersih emiten sektor ini akan tumbuh 10%-15% di 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Yuwono Triatmodjo