KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Juli 2020, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyebut rasio gagal bayar atau default rate obligasi korporasi masih cenderung rendah. Risiko tetap ada sehingga penting bagi investor untuk mencermati rating surat utang suatu perusahaan sebelum masuk dan berinvestasi di obligasi korporasi. Kepala Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana mengatakan, default rate obligasi korporasi hingga akhir Juli 2020 menurut hitungan Pefindo masih rendah. "Masih cukup rendah, yakni berada di angka 0,89%," kata Fikri kepada Kontan.co.id, Rabu (5/8). Ini adalah default rate untuk obligasi yang diperingkat oleh Pefindo sejak 2007. Meskipun begitu, secara spesifik Fikri menjelaskan bahwa tren risiko akan sesuai dengan rating obligasi korporasi. Semakin baiknya rating suatu perusahaan, makan potensi gagal bayarnya akan semakin rendah dan sebaliknya.
Baca Juga: Tekanan ekonomi meningkat, begini tips memilih obligasi korporasi Fikri menambahkan bahwa sepanjang 2020 pergerakan kupon cukup fluktuatif seiring dengan yield atau imbal hasil surat utang korporasi dan surat utang negara (SUN). "Kami melihat tren (yield) dari awal tahun hingga Februari 2020 cenderung turun, namun meningkat cukup tajam di awal pandemi (Mei-Maret), selanjutnya trennya menurun hingga saat ini," ungkapnya. Penurunan tren kupon obligasi tersebut sejalan dengan penurunan suku bunga acuan ke level yang lebih rendah. Selain itu, stimulus moneter dan fiskal juga cukup ekspansif demi menjaga pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Kondisi tersebut sekaligus mencerminkan bahwa tren yield obligasi korporasi cukup sensitif dan akan bergerak sesuai dengan kecenderungan persepsi risiko investor secara umum dalam perekonomian Indonesia. "Risiko gagal bayar juga tergambar dari default rate yang hampir bergerak sesuai dengan kupon, yield dan persepsi risiko," imbuh Fikri. Baca Juga: Jaga likuiditas, multifinance kembali rilis obligasi Selanjutnya, dalam memilih obligasi korporasi Fikri menekankan kepada investor pentingnya memperhatikan rating obligasi. Rating akan menggambarkan kemampuan dan kemauan pembayaran instrumen yang dikeluarkan emiten di masa depan. "Sebaiknya (rating) masih di kriteria investment grade atau lebih baik," tandasnya. Sebelumnya, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyarankan untuk memilih obligasi korporasi yang memiliki rating triple A dan diprediksi mampu memberikan return di atas 7%, sedangkan triple B bisa mencapai double digit. "Lihat ratingnya, minimal BBB tapi kalau bisa di atas single A. Kalau rating bagus, lihat juga bidang usahanya, akankah terpengaruh oleh pandemi Covid-19?" ungkap Wawan, Selasa (4/8).