Tingkat kematangan digital perbankan belum optimal, penilaian manajemen risiko rendah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengawal transformasi  digital yang dilakukan perbankan sekaligus mengarahkan  dan memfasilitasi percepatan transformasi tersebut. 

Kondisi digitalisasi  dan pencapaian transformasi digital perbankan akan diukur dengan menggunakan metode penilaian Digital Maturity Assessment for  Bank (DMAB). Metode ini akan mengevaluasi tingkat kematangan  digital perbankan dalam enam dimensi yakni data, teknologi, manajemen risiko, kolaborasi, tatanan institusi,  dan customer.

Heru Kristiyana, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan mengatakan, pengawas di OJK akan mengakses bank per bank yang sudah menyebut dirinya melayani secara digital atau bertransformasi menuju ke digital.


"Semakin tinggi nilainya berarti itulah yang diharapkan nasabah. Itu artinya, bank tersebut sudah bisa mengelola data dengan baik, teknologi yang digunakan tidak kuno, manajemen risiko terkelola dengan baik, kata Heru saat peluncuran Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan. 

Baca Juga: Di tengah pandemi, Digiasia Bios tetap kembangkan ekosistem digital

Nah, berdasarkan penilaian itu, kata Haru, nasabah nanti yang akan memberi hukuman dengan meninggalkan bank itu jika nilainya semakin rendah. 

Penilaian tingkat kematangan digital Bank telah dilakukan OJK pada seluruh bank umum baik konvensional dan syariah.  Tingkat kematangan digital yang tinggi  mencerminkan kesuksesan transformasi digital yang  dilakukan pada enam aspek penilaian. 

Adapun tingkat kematangan digital tertinggi merupakan proksi  tingkat kematangan digital yang dimiliki bank fully  digital. 

Berdasarkan penilaian yang sudah dilakukan OJK, tingkat kematangan digital rata-rata perbankan pada dimensi data, teknologi,  kolaborasi, dan customer menunjukkan rasio minimal 50%.  Hasil itu dinilai menunjukkan bahwa dimensi data, teknologi,  kolaborasi, dan customer sudah memadai meskipun belum optimal.

Sementara penilaian tingkat kematangan digital rata-rata Bank di Indonesia  pada dimensi manajemen risiko dan tatanan institusi  masih berada di bawah 50%. 

OJK melihat hasil ini mencerminkan bahwa strategi digitalisasi perbankan yang diikuti dengan  adopsi emerging technology, konektivitas dalam ekosistem  digital, dan pengelolaan data dalam layanan dan produk Bank masih belum didukung oleh kapasitas organisasi dan budaya digital serta manajemen risiko yang memadai dalam rangka mendukung transformasi digital. 

Dimensi tingkat  kematangan digital yang masih memiliki penilaian rendah dibandingkan dimensi lainnya kemudian akan menjadi  perhatian utama OJK ke depan dalam rangka mendorong perbankan Indonesia untuk melakukan percepatan transformasi digital.

Heru menambahkan, OJK saat ini sudah menyiapkan pipeline pengaturan terkait aspek mana yang perlu diatur lebih lanjut lagi. 

"Kami sedang mengkaji mana yang hanya akan  pedoman dan mana yang akan diatur dalam POJK. Mengenai cyber security pasti akan diatur, nanti akan dikeluarkan POJKnya, termasuk terkait proteksi data," ungkapnya. 

Sedangkan terkait pengaturan kolaborasi, OJK saat ini sedang meneliti dua POJK yakni terkait layanan digital dan manajemen risiko teknologi informasi. 

Dua aturan itu akan dievaluasi dan akan dilakukan penyesuaian untuk menjawab bagaimana perbankan menggandeng ekosistem digital. 

"Untuk jadi super apps  pasti harus menggandeng ekosistem. Seperti apa pengaturannya, kami sedang evaluas paling tidak dua POJK tersebut," pungkas Heru.

Selanjutnya: Kakao Bank contoh bank digital sukses, pengamat: Unggul pada pendapatan fee dan NPL

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi