Tingkatkan Daya Pungut PPN, Ini Saran Pengamat Pajak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA Daya pungut pemerintah dalam mengejar setoran pajak atas konsumsi terus membaik. Ini tercermin dari value added tax (VAT) gross collection yang menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.

Berdasarkan perhitungan Kontan.co.id, VAT gross collection ratio pada kuartal I-2023 sebesar 62,94% apabila menggunakan asumsi tarif PPN sebesar 10%. Sementara itu, apabila menggunakan asumsi tarif PPN 11%, maka kemampuan pemerintah dalam memungut pajak konsumsi berada di angka 69,23%.

Sementara pada tahun 2022, VAT gross collection tercatat pada angka 61,25% dengan menggunakan asumsi tarif PPN 11%. Pun, ini juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya 59,65%.


Baca Juga: Aparat Pajak Kian Piawai Pungut Setoran Pajak Konsumsi

"Kita apresiasi pemerintah dalam memperbaiki kinerja PPN," ujar Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar kepada Kontan.co.id, Minggu (18/6).

Fajry mengatakan, ada beberapa hal yang bisa menyebabkan VAT gross collection mengalami kenaikan. Pertama, melalui kebijakan seperti pengurangan fasilitas PPN atau mewajibkan perusahaan sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Kemudian, kata Fajry, perbaikan administrasi perpajakan serta extra effort Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai dari peningkatan pengawasan dan penegakan hukum.

"Kenaikan kinerja (VAT gross collection) pada 2022 dan 2023 sepertinya dikarenakan extra effort DJP dan kebijakan yang diambil seperti kewajiban PPN PMSE sebagai pemungut," katanya.

Wajar saja, upaya pemerintah menarik PPN PMSE atau perusahaan digital berbuah manis. Dari catatan DJP, sampai dengan 31 Mei 2023, jumlah setoran PPN PMSE ke kas negara mencapai Rp 12,57 triliun.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyarankan beberapa hal yang bisa membuat VAT Ratio meningkat. Pertama, pemerintah harus terus meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi objek pajak sesuai konsep destination principle.

Melalui asas ini, pemerintah dapat terus meningkatkan penunjukan pemungut PPN agar transaksi Business to Consumer (B2C) yang selama ini luput dari pengenaan PPN dapat dikenai PPN.

Baca Juga: Pemerintah Perlu Waspadai Tren Perlambatan Penerimaan Pajak

"Karena objek PPN telah diperluas melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), langkah selanjutnya adalah pemungutan PPN oleh penjual Barang Kena Pajak (BKP)/Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut PPN yang ditunjuk pemerintah," terang Prianto.

Cara kedua, Prianto bilang, untuk sementara pemerintah tidak perlu mengotak-atik kembali kenaikan tarif PPN. Pasalnya, pemerintah telah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11%.

"Untuk sementara, cara ini tidak dapat diotak-atik karena sudah tertuang di UU PPN," katanya.

Cara ketiga adalah berkaitan dengan tingkat konsumsi masyarakat. Dalam hal ini, dirinya menyarankan pemerintah untuk menjaga perekonomian masyarakat agar tetap kondusif dan terus membaik. Tujuannya adalah agar basis pengenaan PPN dapat terjaga dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .