Tingkatkan daya saing baja nasional, Krakatau Steel dan BSN dorong standardisasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Standardisasi Nasional (BSN) mendorong industri untuk menggunakan Standard Nasional Indonesia (SNI) demi mendongkrak daya saing industri baja nasional. 

Kepala BSN Bambang Prasetya dalam kunjungan kerja ke pabrik Krakatau Steel yang berlokasi di Kawasan Industrial Estate Cilegon berharap Krakatau Steel menjadi model dan pelopor penggerak industri baja yang berkomitmen penuh terhadap penerapan SNI untuk mensinergikan pengembangan industri baja hulu dan hilir.

“Kami ingin mempromosikan industri-industri yang memiliki cerita sukses dalam menerapkan SNI bagi produknya, sehingga bisa menjadi inspirasi bagi industri lain dalam penerapan SNI, khususnya SNI baja,” terang Bambang dalam keterangan tertulis, Jum'at (29/3).


Bambang menjelaskan, penetapan SNI baja didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertimbangan perlindungan konsumen dari beredarnya baja yang tidak aman. Saat ini, BSN telah menetapkan 11.815 SNI, sementara untuk produk baja, ada 36 SNI yang sudah ditetapkan BSN.

Produk yang dihasilkan oleh Krakatau Steel, yaitu Hot Rolled Coil (HRC) dan Cold Rolled Coil (CRC) telah menerapkan SNI wajib yaitu, SNI 07-0601-2006 dan SNI 07-3567-2006. Sedangkan Wire Rod menerapkan SNI sukarela dengan SNI 07-0053-2006.

"Penerapan SNI sukarela membuktikan bahwa menerapkan SNI tidak harus dipaksa melalui regulasi atau pemberlakuan SNI secara wajib," ujar Bambang.

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi oleh industri baja nasional. Salah satunya datang dari maraknya produk baja impor dari hulu hingga produk hilir.

Menurut Silmy, hal tersebut menjadi sebab mengapa tahun lalu menjadi periode yang cukup berat bagi industri baja nasional. Sehingga, sebagai mother of industry, lanjut Silmy, industri baja nasional butuh perlindungan, antara lain melalui SNI wajib.

"(Industri baja nasional) perlu kita lindungi dari ancaman produk impor, baik dengan tarif barrier maupun non-tarif barrier seperti penerapan SNI wajib," ujar Silmy.

Seperti diketahui bahwa tujuan dari penerapan SNI adalah sebagai technical barrier untuk mengendalikan importasi. Meski nyatanya produk impor ber-SNI dari produsen baja luar negeri bisa dengan mudah masuk ke Indonesia sebagai akibat adanya kemudahan dalam pemberian SPPT-SNI bagi produsen baja luar negeri.

Dalam kunjungan industri tersebut, BSN menyatakan akan mendukung industri baja nasional dengan memastikan penggunaan baja sesuai standar untuk sektor konstruksi dengan mengabolisi SNI 7614:2010, yaitu Baja batangan untuk keperluan umum (BjKU).

Bambang bilang, berdasarkan hasil rapat tim baja (Kementerian Perindustrian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, BSN, asosiasi produsen, dan pakar akademisi) pada tanggal 28 Februari 2019 lalu, disepakati bahwa SNI ini diusulkan untuk diabolisi, dengan terlebih dahulu mencabut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan SNI BjKU secara wajib yang dikeluarkan oleh Kemperin. Usulan abolisi dikarenakan adanya kesulitan dalam pengawasan penggunaannya di lapangan.

Saat ini, terdapat dua SNI terkait baja yang dianggap sulit dalam pengawasan penggunaannya di lapangan, yakni SNI 7614:2010 Baja batangan untuk keperluan umum dan SNI 2052:2017 Baja tulangan beton. Kedua SNI inilah yang secara kasat mata sulit dibedakan dalam pengawasan di lapangan dan penggunaannya sering disalahgunakan.

“Di lapangan, penggunaan SNI 7614:2010 BjKU sering dipakai untuk konstruksi bangunan. BjKU seharusnya digunakan contohnya untuk teralis atau pagar. Lain halnya dengan baja tulangan beton, yang memang harus digunakan dalam konstruksi bangunan. Apabila tidak memenuhi SNI, dapat memunculkan risiko,” tegas Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi