Tingkatkan kualitas IPO dan investor



Tahun lalu, jumlah initial public offering (IPO), yakni 37 emiten, cukup banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tak mustahil, tahun ini akan ada 30 hingga 40 perusahaan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.

Tapi, saya mengamati, ada kecenderungan dari BEI untuk mengejar target. Perusahaan besar maupun perusahaan kecil, semuanya didorong untuk melangsungkan IPO. Apalagi, jika dibandingkan dengan perusahaan yang masuk Bursa Malaysia sebanyak 900 emiten, maka jumlah perusahaan terbuka di Indonesia masih cukup sedikit. Akhirnya, muncul IPO-IPO perusahaan dengan nilai aset terbilang rendah.

IPO yang seperti ini jumlah sahamnya tak terlalu banyak. Dan, biasanya tidak benar-benar dilempar ke investor publik. Jika dulu biasanya untuk IPO nilai emisi bisa mencapai Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun, maka belakangan target IPO hanya Rp 100 miliar hingga Rp 200 miliar.


Perusahaan yang mencatatkan saham IPO umumnya tak berkualitas. Bahkan, ada emiten yang belum ada pemasukan dan masih membakar uang. Menurut saya, hal seperti ini berisiko karena rawan bangkrut.

Kualitas IPO juga dihadapkan dengan tantangan investor yang kurang berkualitas. Dengan asumsi ada penambahan investor menjadi 1 juta di 2017 lalu, dari sebelumnya hanya sebanyak 300.000 investor pada 2013. Mak bisa dikatakan, bahwa dua per tiga investor kita masih belum paham betul soal pasar modal alias newbie.

Laju IHSG yang pesat, asumsinya dikendalikan oleh para newbie lantaran posisi investor asing terus net sell. Sebanyak dua per tiga investor kita masih pemula sementara IHSG terus naik. Dikhawatirkan, dalam waktu dekat IHSG bakal terkoreksi tajam seperti yang terjadi di 2008.

Menanjaknya IHSG secara terus-menerus ini perlu diperhatikan secara politis. Banyak hal yang cukup mengkhawatirkan dengan isu yang mengancam NKRI dan tak kunjung hilang. Namun, secara makro saya melihat, kondisi pasar kita masih cukup bagus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi