Tingkatkan Penerimaan Pajak di Tahun 2023, Ini Strategi yang Disiapkan Ditjen Pajak



KONTAN.CO.ID - BATAM. Pemerintah terus mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang bisa meningkatkan penerimaan pajak di tahun depan. Pasalnya, untuk menggaet penerimaan pajak di tahun depan tidak bisa mengandalkan kenaikan harga komoditas, lantaran ada normalisasi harga komoditas.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan optimalisasi penerimaan pajak melalui perluasan basis pajak dan penguatan strategi pengawasan serta tetap memberi dukungan pada pertumbuhan investasi dan ekonomi. 

"Tahun 2023 adalah tahun yang menantang bagi Direktorat Jenderal Pajak, untuk itu diperlukan satu strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak tahun 2023 yang solid," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor dalam Media Gathering 2022 di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (29/11). 


Baca Juga: Jelang Akhir Tahun, Kemenkeu Catat Rasio Kepatuhan Formal Wajib Pajak Capai 15,9 Juta

Adapun upaya optimalisasi penerimaan pajak di tahun depan antara lain dengan perluasan basis pemajakan. Neil mengatakan, hal tersebut merupakan amanah dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan cara menindaklanjuti wajib pajak yang telah mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty Jilid II. Selain itu juga dengan cara implementasi NIK sebagai NPWP.

"Maksud dari optimalisasi ini adalah bagaimana kita ikut meningkatkan kepatuhan pada para wajib pajak yang memang sudah berpartisipasi dalam PPS, ini kita jaga agar pembayarannya pajaknya tidak tertunda dan kemudian juga sesuai dengan apa aset yang telah dimiliki yang mungkin menghasilkan suatu penerimaan," katanya.

Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan, hingga 15 November 2022 tercatat sudah ada 52,9 juta NIK yang sudah dilakukan validasi menjadi NPWP.

Selain perluasan basis pemajakan, Ditjen Pajak juga akan melakukan percepatan reformasi bidang SDM, organisasi, proses bisnis dan regulasi. Optimalisasi ini dilakukan dengan cara persiapan implementasi core tax system, perluasan kanal pembayaran pajak, penegakan hukum yang berkeadilan, serta pemanfaatan kegiatan digital forensik.

Kemudian, Ditjen pajak juga akan melakukan penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan. 

Neil bilang, strategi ini dilakukan melalui implementasi penyusunan daftar prioritas pengawasan tentunya bagi wajib pajak high wealth individual beserta wajib pajak grup dan ekonomi digital.

"Ini adalah bagian dari respons Ditjen Pajak untuk memenuhi harapan dari para wajib pajak yang selama ini agar dilakukan secara adil. Jadi kami mendapatkan masukan dari wajib pajak yang selama ini sudah membayar sering kali kita lihat dia komen-komen dan sebagainya , oh pak jangan kita aja dong yang dipajakin! " ungkap Neil.

Dan terakhir adalah pemberian insentif fiskal yang terukur dan terarah. Hal ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pada sektor-sektor tertentu yang perlu diberikan insentif dan memberikan kemudahan berinvestasi.

"Pada ujungnya, insentif fiskal ini pada prinsipnya bagaimana kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi bergerak lebih baik lagi," jelasnya.

Sementara itu Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Aim Nursalim Saleh, mengatakan bahwa optimalisasi penerimaan pajak tahun depan juga dilakukan dengan cara peningkatkan baseline pembayaran wajib pajak melalui penambahan wajib pajak baru.

Aim melaporkan, hingga kuartal III-2022, jumlah wajib pajak baru sebanyak 3,85 juta. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan jumlah WP Baru pada tahun 2021 yang hanya 3,47 juta.

Baca Juga: Wamenkeu Sebut Ada 5 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru yang akan Didorong ke Depan

Hanya saja, jumlah WP yang melakukan pembayaran dan jumlah pembayaran justru mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun sebelumnya.  Hingga kuartal III-2022 jumlah WP baru yang terdapat pembayaran sebanyak 385.624. Sementara jumlah pembayaran hanya tercatat  Rp 3,21 triliun.

Aim bilang, penurunan pembayaran pajak oleh WP Baru dikarenakan sistem perpajakan di Indonesia masih self assesment.

"Mereka terdaftar sebagai wajib pajak kemudian mereka membayar sendiri, Jadi kita terima saja," katanya.

Selain iu, penurunan tersebut dikarenakan adanya penambahan wajib pajak yang mengurus NPWP namun belum memenuhi persyaratan untuk membayar pajak. 

Hal ini terjadi karena wajib pajak tersebut hanya mengurus NPWP sebagai salah satu memenuhi adminsitrasi dalam pengurusan pekerjaan.

"Kita akan teliti lagi yang penambahan wajib pajak baru. Bisa jadi syarat untuk bekerja tapi kemudian setelah bekerja belum beres sudah PHK, bisa jadi seperti itu," katanya.

Selain itu, penurunan pembayaran WP Baru tersebut dikarenakan adanya WP Pribadi UMKM yang beromzet di bawah 500 juta tidak dikenakan pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi