Tinjau kontrak karya migas, Kemenkeu tunggu sinyal dari Kementerian ESDM



JAKARTA. Kementerian Keuangan belum mengkaji ulang kontrak karya 14 perusahaan minyak dan gas asing yang menunggak pajak. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku masih menunggu undangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)."Kami masih menunggu undangan koordinasi dari ESDM untuk bisa membahas kontrak yang ada supaya bisa nanti dibicarakan," katanya di Istana Kepresidenan, Selasa (9/8).Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengaku menyelidiki 14 perusahaan minyak dan gas yang menunggak pajak sebesar Rp 1,6 triliun. Dalam penyelidikan ditemukan, ada kontraktor migas yang dengan sengaja memanfaatkan aturan perjanjian pengindaran pajak berganda (P3B) yang tercantum dalam traktat pajak (tax treaty). Salah satu modusnya adalah dengan memindahkan kantor pusat perusahaan migas itu ke negara yang sudah meneken tax treaty dengan Indonesia. Terkait ini, banyak pihak mengusulkan untuk mengkaji ulang tax treaty dengan sejumlah negara mitra Indonesia. Agus sendiri mengaku telah mengkaji ulang 54 tax treaty yang ada saat ini. Meski demikian, hal yang paling penting dalam kasus ini yakni mengkaji ulang kontrak karya yang dimiliki perusahaan migas itu. Pasalnya KK tersebut yang selama ini menjadi dasar hubungan kerjasama sektor migas. Agus menyatakan, peninjauan ulang kontrak karya tersebut bukan sesuatu yang sulit. Namun sampai saat ini masih butuh waktu dalam kajiannya, terutama dari Kementerian ESDM. "Ini hanya perlu waktu saja mungkin di Menteri ESDM masih melakukan kajian di internal. Setelah itu dikoordinasikan dengan mentero yang terkait di bawah Menteri koordinator Perekonomian," katanya. Sebelumnya, kalangan DPR mendesak agar pemerintah konsisten menyelesaikan tunggal 14 perusahaan migas asing. Dimana tunggakan pajak 14 perusahaan migas itu mencapai Rp1,6 triliun. Tak hanya itu berdasarkan audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010, pelaksanaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas dinyatakan tidak optimal. Sehingga selisih kewajiban PPh Migas sebesar Rp 1,25 trilliun tidak dipantau dan terdapat kekurangan PPh Migas sebesar Rp 2,6 trilliun yang belum ditagih. Selain itu menurut BPK, terdapat inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan perhitungan bagi hasil migas sehingga Pemerintah kehilangan penerimaan negara minimal sebesar Rp 1,43 trilliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can