TINS Bukukan Pendapatan Rp 8,4 Triliun, Tata Kelola dan Niaga Timah Terus Diperbaiki



KONTAN.CO.ID -JAKARTA.  PT Timah Tbk (TINS) mencatat ada pelambatan pemulihan perekonomian global dan domestik, serta tekanan harga logam timah dunia di tahun 2023. Tekanan harga itu  akibat penguatan mata uang AS dan lemahnya permintaan timah karena tingginya persediaan LME berdampak pada menurunnya ekspor timah Indonesia sejak tahun 2022 sampai dengan saat ini.

Selain itu, penambangan timah tanpa izin yang terjadi di Bangka Belitung akibat tata kelola pertimahan yang belum membaik, berdampak negatif pada bisnis pertimahan di Indonesia khususnya Perseroan.

“Kondisi ekonomi global dan domestik yang belum membaik serta lemahnya permintaan logam timah global ditengah aktifitas penambangan tanpa izin berdampak pada kinerja Perseroan di tahun 2023. Di tahun 2024 ini, Perseroan fokus pada peningkatan produksi melalui penambahan alat tambang dan pembukaan lokasi baru, strategi recovery plan dan program efisiensi berkelanjutan, manajemen optimis kinerja Perseroan di tahun ini akan lebih baik sesuai dengan target.” ujar Fina Eliani Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah Tbk dalam keterangan tertulis, Jumat (29/3).


TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 14.855 ton atau turun pada akhir tahun 2023 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20.079 ton.

Adapun produksi logam timah sebesar 15.340 metrik ton atau turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19.825 metrik ton, serta penjualan logam timah sebesar 14.385 metrik ton atau turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20.805 metrik ton.

Harga jual rerata logam timah sebesar US$ 26.583 per metrik ton atau lebih rendah 84% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD31.474 per metrik ton. Sampai dengan akhir tahun 2023, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 92% dengan 6 besar negara tujuan ekspor meliputi Jepang 17%, Korea Selatan 13%, Belanda 11%, India 9%, Taiwan 9% dan Amerika Serikat 8%.

Pada tahun 2023, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 8,4 triliun, EBITDA sebesar Rp684,3 miliar dan rugi tahun berjalan sebesar Rp449,7 miliar.

Penurunan volume penjualan logam timah sebesar 6.420 metrik ton dan penurunan harga jual rerata logam timah sebesar US$ 4.891 per metrik ton dari tahun 2022 berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan Perseroan di tahun 2023.

Posisi nilai aset Perseroan pada tahun 2023 sebesar Rp12,8 triliun, sementara posisi liabilitas sebesar Rp6,6 triliun, naik 9,7% dibandingkan posisi akhir tahun 2022 sebesar Rp6,0 triliun. Di samping itu, pinjaman bank dan utang obligasi pada akhir tahun 2023 menjadi Rp3,5 triliun dari sebelumnya Rp2,8 triliun.

Posisi ekuitas sebesar Rp6,2 triliun, turun 11% dibandingkan posisi akhir tahun 2022 sebesar Rp7,0 triliun seiring kerugian yang dialami Perseroan. Indikator keuangan Perseroan masih menunjukkan hasil yang baik, terlihat dari beberapa rasio keuangan penting di antaranya Quick Ratio sebesar 38%, Current Ratio sebesar 139%, Debt to Asset Ratio sebesar 5,41%, dan Debt to Equity Ratio sebesar 105,9%.

Sementara itu, manajemen menyusun strategi dan kebijakan untuk menjaga kinerja Perseroan tetap berkelanjutan. Program-program peningkatan produksi sampai dengan saat ini masih dilakukan seperti pembukaan lokasi baru, peningkatan kapasitas produksi tambang primer dari alat penambangan maupun alat pengolahan, memperbaharui IUP yang ada, melakukan survey lokasi dan inventarisir kepemilikan lahan untuk pembukaan tambang darat baru serta peningkatan recovery dengan melakukan upgrading kembali dari sisa hasil pengolahan sebagai upaya strategis untuk meningkatkan kinerja Perseroan. Selain itu, program efisiensi berkelanjutan baik dari hulu ke hilir pun terus diupayakan.

Bersama dengan upaya perbaikan tata kelola pertambangan dan niaga timah Indonesia yang digencarkan oleh pemerintah ditengah terjadinya aktifitas penambangan tanpa izin, Perseroan terus mendorong perbaikan tata kelola pertimahan dengan gencar melakukan pengamanan aset dan penegakan aturan serta kerja sama penambangan rakyat untuk mereduksi penambangan tanpa izin di wilayah konsesi pertambangan serta konsisten dan berkomitmen dalam melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kinerja operasi dan produksi.

Saat ini, harga rata-rata timah CSP di LME sejak Maret 2024 meningkat 5,7% menjadi US$ 27.436 per ton dari harga rata-rata timah CSP di LME selama tahun 2023 sebesar USD 25.959 per ton serta proyeksi harga timah versi Bloomberg di kisaran US$ 23.000 – US$ 29.000 per metrik ton.

Ke depan, Perseroan terus berupaya dalam merealisasikan beberapa inisiatif strategis diantaranya peningkatan sumberdaya dan cadangan secara organik/anorganik, optimalisasi penambangan dan pengolahan timah primer, optimalisasi tata kelola penambangan rakyat, pengembangan bisnis pasir silika & mineral ikutannya, pengembangan monasite-REE, serta melakukan efisiensi biaya di seluruh rantai bisnis proses.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini