TINS diversifikasi besar-besaran demi laba Rp 1 T



JAKARTA. PT Timah (Persero) Tbk (TINS) berikhtiar untuk menyebar portofolio asetnya ke beberapa sektor demi meraih laba tinggi tahun ini. Perseroan mulai serius menggarap beberapa proyek diversifikasi di luar bisnis produksi timah. Selain menggemukkan laba dari sektor hilir, TINS juga bakal memperbesar cuan dari bisnis properti, rumah sakit, hingga pembangkit listrik. Sukrisno, Direktur Utama TINS mengatakan, TINS tidak akan beralih dari bisnis utamanya sebagai produsen timah. Namun, saat ini, kontribusi dari bisnis timah menguasai 95% dari pendapatan TINS. Tahun lalu misalnya, TINS meraup pendapatan sebesar Rp 5,48 triliun dan laba bersih Rp 637,98 miliar. Nah, tahun ini, TINS punya target cukup agresif. TINS akan menggenjot kontribusi dari produk di luar bisnis timah dari sebelumnya 5% menjadi 25% terhadap pendapatan. Dengan target itu, TINS akan mengejar pertumbuhan laba dan pendapatan hingga dua kali lipat dari tahun lalu. "Target pendapatan tahun ini kira-kira hampir Rp 10 triliun dan laba bersih Rp 1 triliun. Porsi dari timah akan berkurang menjadi 75% dari pendapatan," ujar Sukrisno di Jakarta, Kamis (26/3). Ia mengatakan, ada empat pilar bisnis TINS yang akan digenjot. Pertama, bisnis mineral timah dan mineral ikutan lainnya dengan pembangunan pabrik miniplant monasit di Muntok, Bangka Barat. Kedua, penambangan nontimah yang ditandai dengan mergernya dua anak perusahaan TINS di bisnis nikel dan batubara. Ketiga, hilirisasi produk pertambangan berupa tin solder dan tin chemical. Terakhir, mendorong bisnis properti, rumah sakit, hingga pembangkit listrik. Ada beberapa proyek yang akan didanai TINS dari belanja modal (capital expenditure/capex) tahun ini sebesar Rp 1,2 triliun. Misalnya saja, pembangunan proyek Rare Earth Element (REE) di Bangka Barat dengan nilai investasi mencapai Rp 130 miliar. REE ini diharapkan mulai beroperasi pada bulan Juni mendatang. Dari situlah, TINS akan mendapatkan untung besar. Pasalnya, harga produk hilir timah memiliki nilai jual 15 kali lipat dibandingkan timah batangan.

Produksi tin chemical bisa naik dua kali lipat dari sebelumnya 2.500 ton per tahun. TINS juga akan berinvestasi di galangan kapal sebesar Rp 70 miliar. Selain itu, perseroan juga akan membangun smelter di Kundur, Kepulauan Riau dengan nilai investasi mencapai Rp 40 miliar. Dana belanja modal TINS berasal dari pinjaman yang sudah tersedia sebesar Rp 3 triliun. Diversifikasi dari bisnis hilir itu membuat TINS yakin mampu meraih laba lebih tinggi meskipun harga timah dunia sedang anjlok. Di sisi lain, TINS juga mulai serius menggarap ekspansi di bisnis lain seperti properti. TINS sudah menggandeng PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) untuk menggarap lahan di Bekasi, Jawa Barat sebesar 176 hektare (ha). Dengan kepemilikan mayoritas, TINS akan membangun 1.300 unit rumah tapak di lahan tersebut. Pembangunannya dibagi menjadi lima zona. Untuk tahap awal ketiga perusahaan pelat merah itu sudah membentuk anak usaha yang akan mengerjakan bisnis ini dengan setoran modal Rp 150 miliar.

Sukrisno bahkan menyebutkan, dalam lima tahun ke depan, proyek properti bisa memberikan pendapatan sebesar Rp 5 triliun. TINS juga masih punya land bank di Bangka Belitung yang akan dimanfaatkan untuk bisnis properti. Masih bekerja sama dengan ADHI, TINS akan membangun proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) senilai 2x150 mega watt (MW) senilai Rp 3 triliun. PLTU tersebut bakal dibangun di dekat tambang batubara milik TINS, di Sumatera Selatan. Di situ, TINS memiliki cadangan batubara sebesar 60 juta ton. Kini, kedua belah pihak sedang menunggu izin pemerintah untuk menggarap proyek tersebut. TINS akan menggenggam porsi mayoritas sebesar 51% dalam proyek itu. Harapannya dalam satu atau dua tahun ke depan, proyek ini sudah bisa menghasilkan keuntungan buat perseroan. Nantinya, sebesar 85% dari kebutuhan proyek PLTU akan dibiayai dari pinjaman bank. TINS juga akan memiliki rumah sakit internasional bekerja sama dengan RS Pertamina. "Yang potensinya sangat besar dalam jangka panjang saya pikir adalah properti dan rumah sakit. Ini bisa mendorong margin perseroan," ujar Sukrisno.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan