JAKARTA. Harga jual timah yang diterima PT Timah (Persero) Tbk (TINS) masih jauh ekspektasi. Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS menuturkan, di bulan Juli ini, harga jual timah baru mencapai level US$ 22.000 hingga US$ 23.500 per ton. "Kami sebelumnya berharap di Juli ini harga sudah mencapai level tertinggi di sekitar US$ 25.000 per ton," kata Agung kepada KONTAN, Rabu (16/7). Kondisi tersebut, kata Agung, disebabkan oleh ekspor timah dari Indonesia yang terlalu tinggi. Di Mei dan Juni lalu, volume ekspor timah dari Indonesia mencapai sekitar 12.000 ton per bulan. Padahal, idealnya, ekspor timah dari Indonesia semestinya maksimal sebanyak 5.000-6.000 ton per bulan agar para produsen bisa mendapatkan harga jual yang lebih baik. Tingginya volume ini disinyalir Agung juga disebabkan oleh praktek ekspor ilegal. "Kami menduga masih banyak celah dalam hal pengawasan sehingga ekpor ilegal terjadi," jelas Agung. Kondisi tersebut patut disayangkan mengingat pemerintah sebenarnya sudah ikut campur tangan untuk memperbaiki tata niaga ekspor logam timah. Camput tangan itu diwujudkan dengan langkah Kementerian Perdagangan merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 32/2013 tentang ekspor logam timah. Peraturan baru tersebut mengubah tata niaga ekspor logam timah dari Indonesia. Sebab, beleid tersebut mewajibkan ekspor timah batangan dan bentuk lainnya harus melalui Bursa Timah Indonesia (INATIN). Untuk ekspor timah batangan, ketentuan tersebut sudah mulai diberlakukan pada 30 Agustus 2013 lalu. Sementara kewajiban mengekspor timah bentuk lainnya lewat INATIN baru berlaku pada 1 Januari 2015.Di bulan awal penerapan aturan ini, TINS memang sempat tertimpa efek negatif karena harus menghentikan sementara penjualan timah. Efeknya, TINS hanya mampu menjual logam timah sebanyak 786 ton di September 2013, atau terendah dalam beberapa tahun terakhir. Pencapaian di September tentu berimbas pada penjualan logam timah TINS di kuartal III 2013 yang hanya mencapai 4.276 mton, turun 55,85% dari kuartal III tahun lalu yang mencapai 9.685 mton.TINS tetap percaya kondisi tersebut hanya bersifat temporer guna menyesuaikan diri dengan tata niaga baru. Secara umum, TINS mengapresiasi positif perubahan tata niaga ekspor logam timah. Pasalnya, harga logam timah dunia terus naik setelah pemerintah mewajibkan ekspor logam timah melalui Bursa. "Tapi, aspek pengawasan harus diperkuat agar tidak banyak lagi ekspor ilegal," terang Agung. TINS memang lebih menaruh perhatian pada harga logam timah ketimbang memacu volume penjualan. Terbukti, target volume penjualan tahun ini dipatok 25.000 ton, atau hanya naik 7,59% dari tahun lalu yang 23.718 ton. Agung bilang, TINS tetap mempertahankan target volume penjualan tahun ini, meski harga jual masih di bawah ekspektasi. Sebagai strategi tambahan, TINS akan mengintensifkan strategi efisiensi untuk menjaga margin laba.Pada perdagangan Rabu (16/7), harga TINS ditutup turun 0,36% ke level Rp 1.395 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
TINS: Harga timah masih di bawah ekspektasi
JAKARTA. Harga jual timah yang diterima PT Timah (Persero) Tbk (TINS) masih jauh ekspektasi. Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS menuturkan, di bulan Juli ini, harga jual timah baru mencapai level US$ 22.000 hingga US$ 23.500 per ton. "Kami sebelumnya berharap di Juli ini harga sudah mencapai level tertinggi di sekitar US$ 25.000 per ton," kata Agung kepada KONTAN, Rabu (16/7). Kondisi tersebut, kata Agung, disebabkan oleh ekspor timah dari Indonesia yang terlalu tinggi. Di Mei dan Juni lalu, volume ekspor timah dari Indonesia mencapai sekitar 12.000 ton per bulan. Padahal, idealnya, ekspor timah dari Indonesia semestinya maksimal sebanyak 5.000-6.000 ton per bulan agar para produsen bisa mendapatkan harga jual yang lebih baik. Tingginya volume ini disinyalir Agung juga disebabkan oleh praktek ekspor ilegal. "Kami menduga masih banyak celah dalam hal pengawasan sehingga ekpor ilegal terjadi," jelas Agung. Kondisi tersebut patut disayangkan mengingat pemerintah sebenarnya sudah ikut campur tangan untuk memperbaiki tata niaga ekspor logam timah. Camput tangan itu diwujudkan dengan langkah Kementerian Perdagangan merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 32/2013 tentang ekspor logam timah. Peraturan baru tersebut mengubah tata niaga ekspor logam timah dari Indonesia. Sebab, beleid tersebut mewajibkan ekspor timah batangan dan bentuk lainnya harus melalui Bursa Timah Indonesia (INATIN). Untuk ekspor timah batangan, ketentuan tersebut sudah mulai diberlakukan pada 30 Agustus 2013 lalu. Sementara kewajiban mengekspor timah bentuk lainnya lewat INATIN baru berlaku pada 1 Januari 2015.Di bulan awal penerapan aturan ini, TINS memang sempat tertimpa efek negatif karena harus menghentikan sementara penjualan timah. Efeknya, TINS hanya mampu menjual logam timah sebanyak 786 ton di September 2013, atau terendah dalam beberapa tahun terakhir. Pencapaian di September tentu berimbas pada penjualan logam timah TINS di kuartal III 2013 yang hanya mencapai 4.276 mton, turun 55,85% dari kuartal III tahun lalu yang mencapai 9.685 mton.TINS tetap percaya kondisi tersebut hanya bersifat temporer guna menyesuaikan diri dengan tata niaga baru. Secara umum, TINS mengapresiasi positif perubahan tata niaga ekspor logam timah. Pasalnya, harga logam timah dunia terus naik setelah pemerintah mewajibkan ekspor logam timah melalui Bursa. "Tapi, aspek pengawasan harus diperkuat agar tidak banyak lagi ekspor ilegal," terang Agung. TINS memang lebih menaruh perhatian pada harga logam timah ketimbang memacu volume penjualan. Terbukti, target volume penjualan tahun ini dipatok 25.000 ton, atau hanya naik 7,59% dari tahun lalu yang 23.718 ton. Agung bilang, TINS tetap mempertahankan target volume penjualan tahun ini, meski harga jual masih di bawah ekspektasi. Sebagai strategi tambahan, TINS akan mengintensifkan strategi efisiensi untuk menjaga margin laba.Pada perdagangan Rabu (16/7), harga TINS ditutup turun 0,36% ke level Rp 1.395 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News