JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) berencana menambah produksi timah. Tahun depan, emiten plat merah ini mematok target produksi timah sebanyak 50.000 ton. Target ini lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi produksi tahun ini yang mencapai 40.413 ton. Incaran itu juga setara dengan 83% dari kapasitas maksimum TINS yang mencapai 60.000 ton. Wachid Usman, Direktur Utama TINS, mengatakan, target produksi tersebut bakal dicapai dengan jalan memaksimalkan penambangan timah di laut. Maklum, perusahaan ini masih memiliki cadangan bijih timah lepas pantai sebanyak 70.000 ton. TINS saat ini mulai merampungkan proses modifikasi kapal keruk menjadi bucket wheel dredges (BWD) untuk mendukung rencana itu. Pada triwulan I-2012, TINS optimistis sudah bisa mengoperasikan satu unit BWD. Kapal tersebut bakal memudahkan TINS untuk memacu aktivitas penambangan bijih timah. BWD bisa mengeruk 70 meter lebih dalam ketimbang kapal keruk biasa. "Volume pengerukan juga akan meningkat dari 1.000 meter kubik (m3) per jam menjadi 2.000 m3 per jam," kata Wachid dalam paparan publik di Jakarta, Senin (14/11). Perusahaan ini sudah mengeluarkan dana belanja modal sebanyak Rp 38,07 miliar untuk modifikasi BWD ini. Manajemen TINS menilai, penambangan laut lebih menguntungkan ketimbang penambangan di darat. Sebab, aktivitas penambangan darat banyak menemui hambatan. Pertama, kerusakan cadangan bijih timah di beberapa daerah lantaran kehadiran penambang ilegal. Kedua, aktivitas penambang darat seringkali tumpang tindih dengan sektor lain seperti perkebunan kelapa sawit. Ketiga, cadangan timah banyak yang berada di areal hutan produksi. TINS harus lebih dulu meminta izin pinjam pakai lahan ke pemerintah agar bisa mengelolanya. Namun, prosesnya memakan waktu lama. "Kami sudah mengajukan izin sejak dua tahun lalu, tapi sampai sekarang belum keluar juga," imbuh Wachid. Hingga kuartal III-2011, produksi timah dari penambangan darat lebih besar yaitu 14.602 ton. Di sisi lain, produksi penambangan laut mencapai 13.564 ton. Saham bisa sentuh Rp 2.300 Selain menjadi penambang timah, perusahaan ini juga berniat lebih serius mengembangkan produk hilir timah seperti tin chemical, tin solder dan tin anode. Saat ini, TINS sudah memproduksi tin chemical dan tin solder dalam jumlah minim, yakni 1.000-2.000 ton per tahun. Perusahaan itu kini berupaya menyelesaikan pembangunan infrastruktur dan pabrik tin chemical. Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perseroan (RKAP) 2011, TINS menganggarkan belanja modal senilai Rp 180 miliar untuk pembangunan pabrik tersebut. Namun, hingga kuartal III-2011, dana tersebut baru terserap Rp 4,21 miliar. Maklum, perusahaan ini perlu mempersiapkan pula aspek pemasaran produk hilir ini selain menyiapkan infrastruktur produksi. Nuvrial Prakasa, Kepala Riset Royal Trust Capital, menilai, rencana ekspansi TINS ini memang harus dilakukan guna mengikuti pertumbuhan industri timah global. Tahun depan, Nuvrial memprediksi permintaan timah dari Eropa dan Amerika Serikat akan kembali tinggi seiring pemulihan ekonominya. "TINS harus memacu produksi untuk meningkatkan penjualannya," kata Nuvrial. Rencana ekspansi ini diyakini juga bakal mendongkrak kinerja keuangan TINS. Menurut Nuvrial, kenaikan kinerja bakal terasa mulai tahun ini. Ia memprediksikan, TINS bisa mencetak pendapatan bersih Rp 9 triliun dengan laba bersih Rp 1,1 triliun di akhir tahun nanti. Hingga kuartal III-2011, TINS mencetak pendapatan bersih Rp 6,82. Laba bersih mencapai Rp 860 miliar, naik 81,05%. Melihat fundamental perusahaan, Nuvrial yakin, prospek saham TINS bagus. Nuvrial merekomendasikan buy saham TINS dengan target harga Rp 2.300 per unit. Pada penutupan perdagangan Senin (14/11), harga saham TINS naik 0,53% jadi Rp 1.900 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
TINS mengincar produksi 50.000 ton timah
JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) berencana menambah produksi timah. Tahun depan, emiten plat merah ini mematok target produksi timah sebanyak 50.000 ton. Target ini lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi produksi tahun ini yang mencapai 40.413 ton. Incaran itu juga setara dengan 83% dari kapasitas maksimum TINS yang mencapai 60.000 ton. Wachid Usman, Direktur Utama TINS, mengatakan, target produksi tersebut bakal dicapai dengan jalan memaksimalkan penambangan timah di laut. Maklum, perusahaan ini masih memiliki cadangan bijih timah lepas pantai sebanyak 70.000 ton. TINS saat ini mulai merampungkan proses modifikasi kapal keruk menjadi bucket wheel dredges (BWD) untuk mendukung rencana itu. Pada triwulan I-2012, TINS optimistis sudah bisa mengoperasikan satu unit BWD. Kapal tersebut bakal memudahkan TINS untuk memacu aktivitas penambangan bijih timah. BWD bisa mengeruk 70 meter lebih dalam ketimbang kapal keruk biasa. "Volume pengerukan juga akan meningkat dari 1.000 meter kubik (m3) per jam menjadi 2.000 m3 per jam," kata Wachid dalam paparan publik di Jakarta, Senin (14/11). Perusahaan ini sudah mengeluarkan dana belanja modal sebanyak Rp 38,07 miliar untuk modifikasi BWD ini. Manajemen TINS menilai, penambangan laut lebih menguntungkan ketimbang penambangan di darat. Sebab, aktivitas penambangan darat banyak menemui hambatan. Pertama, kerusakan cadangan bijih timah di beberapa daerah lantaran kehadiran penambang ilegal. Kedua, aktivitas penambang darat seringkali tumpang tindih dengan sektor lain seperti perkebunan kelapa sawit. Ketiga, cadangan timah banyak yang berada di areal hutan produksi. TINS harus lebih dulu meminta izin pinjam pakai lahan ke pemerintah agar bisa mengelolanya. Namun, prosesnya memakan waktu lama. "Kami sudah mengajukan izin sejak dua tahun lalu, tapi sampai sekarang belum keluar juga," imbuh Wachid. Hingga kuartal III-2011, produksi timah dari penambangan darat lebih besar yaitu 14.602 ton. Di sisi lain, produksi penambangan laut mencapai 13.564 ton. Saham bisa sentuh Rp 2.300 Selain menjadi penambang timah, perusahaan ini juga berniat lebih serius mengembangkan produk hilir timah seperti tin chemical, tin solder dan tin anode. Saat ini, TINS sudah memproduksi tin chemical dan tin solder dalam jumlah minim, yakni 1.000-2.000 ton per tahun. Perusahaan itu kini berupaya menyelesaikan pembangunan infrastruktur dan pabrik tin chemical. Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perseroan (RKAP) 2011, TINS menganggarkan belanja modal senilai Rp 180 miliar untuk pembangunan pabrik tersebut. Namun, hingga kuartal III-2011, dana tersebut baru terserap Rp 4,21 miliar. Maklum, perusahaan ini perlu mempersiapkan pula aspek pemasaran produk hilir ini selain menyiapkan infrastruktur produksi. Nuvrial Prakasa, Kepala Riset Royal Trust Capital, menilai, rencana ekspansi TINS ini memang harus dilakukan guna mengikuti pertumbuhan industri timah global. Tahun depan, Nuvrial memprediksi permintaan timah dari Eropa dan Amerika Serikat akan kembali tinggi seiring pemulihan ekonominya. "TINS harus memacu produksi untuk meningkatkan penjualannya," kata Nuvrial. Rencana ekspansi ini diyakini juga bakal mendongkrak kinerja keuangan TINS. Menurut Nuvrial, kenaikan kinerja bakal terasa mulai tahun ini. Ia memprediksikan, TINS bisa mencetak pendapatan bersih Rp 9 triliun dengan laba bersih Rp 1,1 triliun di akhir tahun nanti. Hingga kuartal III-2011, TINS mencetak pendapatan bersih Rp 6,82. Laba bersih mencapai Rp 860 miliar, naik 81,05%. Melihat fundamental perusahaan, Nuvrial yakin, prospek saham TINS bagus. Nuvrial merekomendasikan buy saham TINS dengan target harga Rp 2.300 per unit. Pada penutupan perdagangan Senin (14/11), harga saham TINS naik 0,53% jadi Rp 1.900 per saham.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News